Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berani Mengakui Kesalahan untuk Menang

Kompas.com - 02/05/2011, 10:13 WIB

Hubungan interpersonal yang matang berulang kali menjadi obat mujarab bila terjadi “kisruh” dalam kepemimpinan dan bisnis. Bila seorang pemimpin berhasil melewati masa sulit, kita sering melihat malah justru hubungan akan diwarnai rasa percaya yang lebih tinggi. Risiko memang ada, namun sering kali bertindak dan bertanggung jawab memberi hasil yang lebih baik daripada ketidakberanian mengambil risiko.

Berstrategi dalam menangani kesalahan
Teman yang sedang mengalami keterpurukan juga pernah berkomentar bahwa mengalami, menghadapi, bahkan mengakui kesalahan adalah sebuah tugas yang berat tetapi memang termasuk dalam upah kita sebagai pemimpin. Daripada mengerahkan energi untuk menghindari kesalahan, kita lebih baik membangun karakter dan mempersiapkan organisasi yang siap menyikapi kesalahan.

CEO baru perusahaan mobil Ford, Alan Mulally, pada rapat pertamanya dengan para eksekutif, menanyakan pendapat para eksekutif tentang keadaan perusahaan. Ia meminta para eksekutif memberi warna hijau untuk situasi mulus, warna kuning untuk waspada, dan warna merah untuk keadaan bahaya. Semua orang mengangkat kartu hijau. Beliau kemudian meminta mereka berpikir lebih dalam, dan kemudian kembali dengan penilaian baru. Orang pertama yang mengacungkan warna merah kemudian diaplaus oleh si CEO sendiri.

Saatnya kita untuk membuka mata: “Create a new culture that could admit when something was going wrong, and do so early enough so that the organization could still have an impact on the outcome.” Dengan demikian, tim terbiasa bersikap waspada dan terbiasa melihat kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Banyak orang mencampuradukkan kesalahan dengan tidak berprestasinya individu atau perusahaan. Padahal kedua hal ini jelas berbeda. Kesalahan memang harus diantisipasi, boleh saja di-punish, namun kita perlu berlatih untuk tidak menyerang individu dan memandangnya sebagai ruang untuk menemukan jalan keluar, menjadi lebih kuat dan memberi momentum untuk “naik kelas”.

(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com