Jakarta, Kompas
Hal itu terungkap dalam forum diskusi tentang biaya pengobatan kanker yang diselenggarakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Rabu (11/5) di Jakarta. Menurut World Health Statistic 2008, kematian akibat kanker di Indonesia 132 per 100.000 penduduk.
Guru Besar FKM UI Hasbullah Thabrany mengatakan, Indonesia berada pada fase di mana insiden kanker terus meningkat. Di sisi lain, baru sekitar 50 persen masyarakat memiliki jaminan kesehatan dalam pelbagai bentuk. Untuk pengobatan kanker paru, misalnya, dibutuhkan Rp 25 juta per bulan dengan obat erlotinib. Harus dipikirkan bagaimana mengatur pembiayaan agar tidak memberatkan.
Jaminan pembiayaan pengobatan kanker telah dilakukan oleh PT Askes dengan peserta pegawai negeri sipil. General Manager PT Askes (Persero) Regional IV Jakarta Fajriadinur mengatakan, seluruh biaya pengobatan kanker dijamin PT Askes. Sebagai gambaran, tahun 2010 PT Askes mengeluarkan Rp 88 miliar untuk obat kanker dan Rp 40 miliar untuk rawat inap. ”Kanker yang banyak diderita peserta Askes antara lain kanker payudara, leher rahim, ovarium, nasofaring, paru, prostat, rektum, dan lambung,” katanya.
PT Askes melakukan manajemen pengobatan kanker dengan pendekatan farmakoekonomi. Mereka membuat formularium obat bersama ahli dengan mempertimbangkan manfaat obat, keamanan, dan aspek ekonomi. Untuk pengobatan kanker diperhatikan pula kualitas hidup yang diperoleh pasien dengan pengobatan. ”Kalau mau bersatu padu, biaya dapat ditekan tanpa mengurangi mutu. PT Askes membuka kesempatan kepada seluruh pabrikan obat untuk memberikan harga yang kompetitif,” ujarnya.
Budi Hidayat dari FKM UI mengatakan, manajemen pembiayaan kanker tidak terhenti pada pengobatan, tetapi perlu ditata mulai dari pencegahan, deteksi dini, dan pelayanan paliatif untuk meringankan derita pasien kanker.
Jika kanker ditemukan pada stadium dini, kemampuan bertahan seseorang lebih lama dan dapat hidup produktif.