Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipertanyakan, Putusan MA Belum Dieksekusi

Kompas.com - 14/06/2011, 18:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum melakukan eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung, Selasa (14/6/2011), terkait kekalahan PT Garuda Indonesia atas gross neglingence (kelalaian berat) sehingga mengakibatkan meninggalnya aktivis Hak Asasi Manusia M Munir. Sebelumnya, keputusan MA tersebut dikeluarkan atas gugatan perdata yang dilayangkan istri Munir, Suciwati pada 2007 lalu. Beberapa hal yang dipersoalkan penggugat dalam perkara ini diantaranya pemindahan kursi yang tidak sesuai dengan boarding pass, adanya kru Garuda dengan surat tugas yang cacat hukum, kelalaian berat  dalam mengawasi makanan dan minuman yang mengakibatkan kematian Munir, dan kelalaian dalam menangani sakitnya Munir.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan, kegagalan eksekusi putusan tersebut terjadi karena PN Jakarta Pusat hanya melakukan proses mediasi. Menurut dia, proses mediasi itu pun tidak dilakukan secara resmi dengan memanggil kru-kru Garuda sebagai pihak tergugat dalam kasus tersebut.

"Jadi tadi itu, hanya pertemuan saja yang diinisiasikan oleh PN Pusat. Kita juga kaget, karena pertemuan itu adalah upaya mediasi untuk eksekusi putusan MA atas gugatan Suciwati. Padahal, seharusnya mereka dapat lebih cepat menyelesaikan kasus ini," ujar Haris ketika ditemui Kompas.com di kantornya, Jakarta, Selasa (14/6/2011).

Haris mempertanyakan gagalnya eksekusi putusan MA tersebut. Dia mengatakan, dalam tuntutan awal gugatan Suciwati, seharusnya pihak Garuda juga melakukan permohonan maaf kepada publik atas kelalaiannya sehingga mengakibatkan Munir tewas di atas pesawat.

"Walaupun pihak Garuda sudah diputuskan untuk mengganti rugi immateril sejumlah Rp 40 juta, tapi itu bukan semata-mata hanya materil saja. Ada sesuatu yang tidak bisa dihargakan seperti permintaan maaf kepada publik. Karena kalau ganti rugi itu kan kesannya sepihak, dan pasif saja. Tidak ada upaya untuk meminta maaf, seperti yang diminta oleh Suciwati dalam tuntutan awal. Bahkan, dalam tuntutan itu juga, Garuda pun sebenarnya harus membuat patung Munir," jelasnya.

"Jadi kalau Garuda punya itikad baik dalam kasus ini, ya permohonan maaf juga harus dilakukan. Dan masyarakat juga akan melihat lebih gentle dan elegan. Karena saya yakin, dalam kasus Munir ini, jika semakin dilawan, maka dukungan publik akan semakin besar," tambah Haris.

Adapun dalam pemanggilan PN Jakarta Pusat tersebut, pihak Garuda diwakilkan oleh M Assegaf, sebagai kuasa hukum seluruh tergugat diantaranya, Indra Setiawan (mantan Direktur Utama Garuda Indonesia), dan Pantun Matondang (Kapten pilot pesawat Garuda yang ditumpangi Munir). Dia mengatakan, semua tergugat berhalangan hadir karena PT Garuda belum mendapat undangan resmi dari pihak PN Jakarta Pusat. Atas ketidakhadiran para tergugat itu, proses mediasi tersebut ditunda dua minggu hingga, Selasa (5/7/2011) mendatang.

Suciwati menggugat manajemen PT Garuda Indonesia, di antaranya mantan Dirut PT Garuda Indonesia Indra Setiawan, Vice President Corperate Security Ramelgia Anwar, Flight Operator Support Officer Rohainil Aini, Pilot Pollycarpus Budihari Priyanto, Kapten Pilot Pantun Matondang, dan lima awak kabin penerbangan GA 974 lainnya. Gugatan perdata tersebut berdasarkan penemuan-penemuan tim investigasi Kasum bahwa Garuda telah melakukan kelalaian dalam menjami keselamatan penumpangnya. Gugatan tersebut diterima dan sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung pada 2007 lalu. Adapun, dalam amar putusannya, MA mewajibkan PT Garuda Indonesia dan Pantun Matondang untuk mengganti kerugian Suciwati sebesar Rp 3,392 miliar secara materil dan immateril sejumlah Rp 40 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com