Medan, Kompas -
”Baik kualitas rasa maupun bentuknya tidak akan berubah,” kata Ketua Dewan Pengurus Nasional Masyarakat Standardisasi Nasional Bidang Pengembangan Organisasi dan Profesi, yang juga Kepala Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Syahrudin Chaniago di Medan, Selasa (5/7).
Syahrudin menjelaskan, penelitian tentang rendang tahan lama ini telah memakan waktu lima tahun. Rendang tersebut diradiasi untuk mematikan bakteri dan menghambat pembusukan. Radiasi ini sama sekali tidak berbahaya bagi tubuh. ”Seperti efek air saat digunakan untuk memasak makanan,” paparnya.
Terdapat dua jenis rendang, yakni rendang kering dan rendang basah. Jika sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) rendang ini telah terbit, makanan khas Sumatera Barat ini akan membantu masyarakat luas, terutama sebagai ransum. Tentara, polisi, dan masyarakat umum yang melakukan perjalanan jauh dan memakan waktu bisa menjadikan rendang ini sebagai bekal. ”Kemungkinan besar tahun ini SNI rendang terbit,” lanjutnya.
Dia menambahkan, dalam era China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA), sudah terdapat 1.570 produk Indonesia yang ber-SNI. Produk tersebut tersebar pada 11 sektor industri prioritas, meliputi industri baja, aluminium, elektronik dan kelistrikan, petrokimia, mesin dan perkakas, hasil pertanian, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta mainan anak.
Badan Standardisasi Nasional telah memiliki 6.800 standar produk. Akan tetapi, kata Syahrudin, baru 1.570 yang dikantongi pengusaha dalam negeri. Saat ini, China telah mengantongi 653 SNI sehingga produk China banyak membanjiri Indonesia. Namun, lanjutnya, banyak pengusaha Indonesia sendiri yang produknya belum memenuhi SNI.