Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Khitan Perempuan

Kompas.com, 29 Juli 2011, 02:51 WIB

KOMPAS.com — Tahun 2007, Kementerian Kesehatan mengeluarkan larangan medikalisasi sunat (khitan) perempuan oleh petugas kesehatan. Pelarangan itu bukan hanya selaras dengan ajaran Islam, tetapi juga kaidah kesehatan modern.

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan Organisasi Kesehatan Dunia di Kairo, Mesir, 1994, melarang khitan bagi perempuan. Alasannya, khitan merusak dan membahayakan organ reproduksi perempuan.

Pelarangan itu mendapat respons keras dari Majelis Ulama Indonesia melalui Keputusan Fatwa Nomor 9A Tahun 2008. Menurut MUI, khitan bagi perempuan adalah makrumah (memuliakan) dan pelarangan khitan bagi perempuan dianggap bertentangan dengan syiar Islam.

Kemkes merespons fatwa MUI itu dan mengeluarkan Peraturan Menkes Nomor 1636 Tahun 2010 yang menyetujui dan mendorong pelaksanaan khitan perempuan. Permenkes ini bahkan merinci tahap demi tahap yang harus dilakukan agar praktik sunat bagi perempuan dilakukan dalam rangka perlindungan perempuan; dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan, serta standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat.

Secara historis, praktik khitan bagi perempuan telah ada sebelum agama Islam lahir. Khitan perempuan menjadi tradisi di banyak masyarakat. Berdasarkan riset Population Council, di Indonesia, khitan perempuan dilakukan di berbagai daerah, seperti Banten, Gorontalo, Makassar, Padang Sidimpuan, Madura, Padang, Padang Pariaman, Serang, Kutai Kartanegara, Sumenep, Bone, Gorontalo, dan Bandung. Alat untuk menyunat adalah pisau (55 persen), gunting (24 persen), sembilu (bambu) atau silet (5 persen), jarum (1 persen), serta sisanya sekitar 15 persen pinset, kuku atau jari penyunat, koin, dan kunyit. Caranya adalah dengan pemotongan klitoris, yaitu insisi (22 persen) dan eksisi (72 persen) menggunakan gunting, serta mengerik dan menggores klitoris (6 persen) menggunakan bambu atau silet.

Praktik khitan bagi perempuan menimbulkan banyak korban, umumnya karena pendarahan. Penulis Mesir Nawal el Sadawi banyak menulis tentang kematian gadis dan anak perempuan akibat praktik ini. Penelitian International Planned Parenthood Federation tahun 2001 menyebutkan, dampak khitan sangat beragam, seperti depresi, nyeri saat berhubungan seksual, mengurangi kenikmatan seksual, infeksi saluran kemih, radang panggul kronik, frigiditas, pendarahan, dan kematian.

Hak sama

Ayat yang senantiasa dijadikan rujukan hukum atas sunat bagi laki-laki dan perempuan adalah QS An-Nahl:123, yang artinya ”Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar mengikuti millah Nabi Ibrahim.” Menurut KH Husein Muhammad dari Pondok Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, tidak ada pakar tafsir yang mengaitkan ayat tersebut dengan kewajiban khitan bagi perempuan. Sebaliknya, ayat tersebut tengah membicarakan hal-hal pokok dalam doktrin agama, seperti tentang keyakinan tauhid dan cara manasik haji Nabi Ibrahim. Para pakar tafsir klasik sekalipun, seperti Al-Qurthubi, menjelaskan, ayat tersebut berkenaan dengan perintah kepada Nabi Muhammad untuk ikut manasik haji Nabi Ibrahim.

Al-Thabari mengatakan, ayat itu intinya memerintahkan Nabi Muhammad membebaskan diri dari penyembahan terhadap berhala dan kepasrahan kepada Tuhan. Fakhr al-Din al-Razi mengemukakan, maksud ayat itu adalah Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad mengikuti metode Nabi Ibrahim dalam menyampaikan dakwah tentang kemahaesaan Tuhan (tauhid), yakni dengan cara halus, lembut, memudahkan, dan argumen rasional, sebagaimana ditunjukkan Al Quran dalam ayat-ayat lain.

Menurut Yusuf al-Qardhawi, perujukan ayat di atas sebagai dasar perlunya khitan bagi perempuan adalah alasan mengada-ada (takalluf) dan memaksakan. Ayat tersebut bicara lebih luas dan mendasar daripada sekadar khitan. Lebih lanjut, Qardhawi juga berargumen, apabila khitan menyakitkan secara fisik dan psikologis, membuat perempuan terhalang memperoleh hak fitrahnya, tindakan itu haram.

Pertanyaan kemudian, mengapa khitan bagi perempuan sering kali dipaksakan masyarakat? Michel Foucault menyebut, tubuh perempuan adalah obyek kuasa masyarakat patriaki. Melalui tubuh perempuanlah budaya patriarki bermain untuk mengontrol dan menguasai orang lain atas tubuhnya.

Seksualitas perempuan dikekang dengan khitan ketika organ terpenting dalam relasi seksual dihilangkan.

Kesempatan harus diberikan kepada perempuan untuk mengartikulasikan seksualitasnya, sama seperti kesempatan yang diberikan kepada laki-laki karena perempuan dan laki-laki diciptakan dari substansi (nafs) yang sama (QS An-Nisa:1). Bahkan, relasi setara telah disebutkan dalam QS Al-Baqarah:187, yakni istri adalah pakaian bagi suami dan demikian sebaliknya.

Karena itu, sejak 1959, Mesir melarang khitan bagi perempuan. Adalah mufti Mesir, Syeikh Ali Gom’ah, yang mencetuskan fatwa haram khitan bagi perempuan. Mufti besar Al-Azhar, Muhammad Sayyed Thanthowi, juga mendukung fatwa tersebut.

Yulianti Muthmainnah Peserta Program Pengaderan Ulama Perempuan Rahima dan Peneliti Komnas Perempuan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Wellness
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Wellness
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Parenting
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Parenting
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Wellness
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Wellness
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Relationship
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau