Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Kurang Gizi Terasa

Kompas.com - 19/10/2011, 03:29 WIB

Jakarta, Kompas - Buruknya gizi masyarakat lebih dari satu dekade terakhir menunjukkan dampaknya. Kondisi fisik dan tingkat kecerdasan rata-rata penduduk Indonesia tak banyak berkembang, tertinggal dibandingkan dengan bangsa lain.

Atlet-atlet Indonesia berpostur kecil dengan daya tahan tubuh rendah. Kondisi itu membuat mereka sulit berkompetisi dengan atlet negara lain.

Indonesia, hingga kini pun masih mengekspor tenaga kerja sektor informal atau tenaga kasar dalam jumlah besar. Sementara, Filipina lebih banyak mengekspor tenaga kerja terampil. Di ASEAN, indeks pembangunan manusia Indonesia 2010 menduduki urutan keenam, hanya lebih tinggi dari Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Anggota Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia Jakarta Raya, Saptawati Bardosono, dalam lokakarya ”Anak Indonesia Terancam Anemia” di Jakarta, Selasa (18/10), mengatakan, masa emas pemenuhan gizi anak adalah ketika masih janin dan saat berusia sekolah dasar, antara 6 tahun dan 12 tahun.

Kenyataannya, banyak anak usia SD kekurangan asupan energi dan zat gizi. Kurangnya zat gizi makro, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein, membuat tubuh anak Indonesia kurus dan pendek.

Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan tahun 2010, pada anak balita justru menunjukkan anak Indonesia ke depan pendek dan gemuk. Pendek karena kurang mengonsumsi pangan hewani, gemuk karena terlalu banyak makan makanan manis dan kurang gerak.

Sementara, kekurangan zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral, membuat mereka mudah lesu, lemah, kurang bertenaga, kepadatan tulang kurang, serta gangguan kemampuan belajar.

Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, 35,6 persen anak Indonesia berusia 6-12 tahun tubuhnya lebih pendek daripada seharusnya. Sementara, 12,2 persen anak lebih kurus daripada semestinya. Sebaliknya, prevalensi kegemukan mencapai 9,2 persen.

Gizi bagi tubuh

Menurut Saptawati, zat gizi mikro terpenting yang dibutuhkan tubuh adalah zat besi dan seng (zink).

Praktisi kesehatan Regina Karim mengatakan, kurang zat besi bisa menimbulkan anemia atau kurang sel darah merah. Sel darah merah berperan untuk mengikat oksigen dalam tubuh. Kurangnya oksigen dalam darah membuat anak lesu, lemah, dan sulit konsentrasi.

Sementara, seng penting untuk menstimulasi 100 enzim yang mendukung reaksi biokimia dalam tubuh, membantu sistem pertahanan tubuh, dan memperkuat kemampuan indera perasa dan penciuman. ”Kurang seng membuat anak kurang bisa merasakan atau mencium bau makanan sehingga nafsu makannya kurang.” ujarnya.

Zat besi dan seng banyak ditemukan pada sayuran hijau, daging merah, telur, kacang-kacangan, ataupun makanan yang difortifikasi.

Saptawati mengingatkan, tidak semua zat besi dan seng yang ada dalam makanan bisa diserap tubuh. Penyerapan kedua zat tersebut bisa terhambat oleh konsumsi serat berlebih dan bisa dibantu dengan makan vitamin C yang mencukupi. ”Kebutuhan zat besi dan seng pada anak usia sekolah dasar masing-masing 10 miligram per hari dan 11.2 miligram per hari,” ujarnya.

Zat gizi semasa usia sekolah dasar juga penting untuk simpanan tubuh saat memasuki masa pubertas. Gizi yang cukup akan membuat pertumbuhan saat masa puber menjadi lebih pesat.

Apabila simpanan energi itu berkurang, pertumbuhan anak akan lambat. Kondisi itu memengaruhi kondisi fisiknya saat dewasa. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com