Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemilau Mutiara Laut Selatan

Kompas.com - 27/10/2011, 07:53 WIB

KOMPAS.com - Pengusaha dan desainer mutiara, Ratna Zhuhry Mahyuddin (61), membuka kotak yang dia bawa. Aneka perhiasan beserta butiran-butiran mutiara utuh dengan warna-warna memesona diserakkan di atas meja. Bentuknya ada yang bulat sempurna, tetapi tak sedikit yang lonjong.

Dia menunjukkan sepasang giwang dan kalung mutiara dengan hiasan batu safir biru laut yang berpendar-pendar terkena cahaya. Mutiara bulat ini berdiameter sekitar 12 milimeter, tergantung pada batu safir berbentuk oval dengan taburan berlian di sekelilingnya. ”Desain sangat berpengaruh dalam menentukan harga. Dengan berlian dan safir, perhiasan ini harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah,” kata Ratna.

Ratna adalah salah satu di antara puluhan pengusaha dan pedagang mutiara peserta Festival Mutiara Indonesia di Jakarta, 12-16 Oktober 2011 lalu. Selain pengusaha dan pedagang, festival ini juga menyediakan informasi seputar mutiara kepada pengunjung. Informasi tersebut diberikan oleh anggota Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi).

Mutiara memang merupakan komoditas mewah dan eksklusif. Namun, silakan dikira-kira. Dibutuhkan waktu sekitar empat tahun untuk memperoleh sebutir mutiara dengan diameter 13-20 mm, tentunya dengan perawatan yang sangat telaten.

Untuk menaksir harga mutiara, lihatlah kualitas warna, bentuk, kemilau, ukuran, dan ketebalan lapisan. Ancar-ancarnya sebagai berikut. Untuk mutiara dengan kualitas terbaik atau kualitas ekspor, nilai 1 gramnya ditaksir sekitar Rp 1,5 juta. Sebutir mutiara dengan diameter sekitar 12-13 mm memiliki berat sekitar 3 gram sehingga nilainya antara Rp 4 juta-Rp 5 juta. Tak heran apabila seuntai kalung baris mutiara harganya sangat mahal.

Tengok, misalnya, untaian kalung baris mutiara yang butiran-butirannya besar, bulat, dan mengilap dengan warna orisinal yang memikat, yaitu keemasan (gold), bias kuning (champagne), putih, perak (silver), dan pink. Harganya ada yang mendekati angka setengah miliar rupiah.

”Mencari mutiara yang warna dan bentuknya mirip bukan main sulitnya. Kita harus menunggu lama dan mengumpulkan satu demi satu. Ini karena mutiara, kan, bentukan alam, berbeda dengan berlian atau batu mulia yang bisa dibentuk,” kata Ratna yang memiliki pembudidayaan mutiara di Selat Balat, Teluk Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat.

Untuk mutiara yang bentuknya tidak bulat atau biasa disebut baroque, rancangan yang pas bisa membuatnya menjadi aksesori elegan. Ini seperti pada gelang cuff perak bergaris sederhana yang diikat dengan butiran mutiara yang menyeruak keluar. Demikian juga untaian baroque yang satu sama lain dikaitkan dengan tatahan berlian menjadi kalung elegan nan mewah.

Pembudidayaan
Perairan Indonesia memberikan berkah adanya dua spesies kerang, Pinctada maxima berwarna bibir putih perak dan spesies keemasan, yang membuat mutiara Indonesia memiliki nuansa warna yang luas.

Namun, membudidayakan kerang spesies ini butuh penanganan yang sangat hati-hati. Salah satu syaratnya, tidak boleh ada polusi, baik di laut maupun di daratan sekitarnya. Konsekuensinya, untuk mencapai lokasi pembudidayaan, mobil harus diparkir beberapa kilometer sebelumnya. Demikian juga untuk mencapai lokasi di laut. Menjelang 2 kilometer dari lokasi, pengunjung tidak boleh menggunakan perahu motor, tetapi perahu dayung.

Akibat kondisi ini pula, tingkat keberhasilan memanen mutiara berbeda-beda antara satu pengusaha dan yang lain. ”Tingkat keberhasilannya sekitar 20-75 persen. Itu pun tidak semuanya benar-benar berkualitas,” kata Indrawan, Staf Sekretariat Asbumi.

Budidaya mutiara dilakukan sekitar 20 meter di bawah permukaan laut. Setiap minggu, kulit kerang itu dibersihkan, begitu terus-menerus selama 40 bulan. ”Yang paling menyedihkan, ketika masa panen hampir datang, tiba-tiba peternakan kami dijarah para penyelam liar. Itu pernah terjadi,” kata Ratna.

Sebagai pemasok pasar mutiara terbesar di dunia untuk jenis mutiara laut selatan (jenis yang paling indah), nama Indonesia belumlah dikenal. Pasar internasional masih merujuk ke Jepang, Australia, dan negara-negara Eropa sebagai produsen mutiara. Sementara China aktif memasok mutiara fresh water (air tawar), yang merupakan mutiara imitasi, ke pasaran, termasuk ke Indonesia.

”Pembeli di Indonesia harus bisa membedakan mana yang asli dan tidak. Caranya sederhana, geratkan butir mutiara itu ke gigi Anda. Kalau terasa kasat, itu asli. Kalau licin, itu palsu,” ujar Ratna yang menambahkan bahwa di lingkup ASEAN pun pamor kita masih kalah dari Filipina, Malaysia, dan Myanmar.

Persoalan utama adalah minimnya tenaga ahli yang berkualitas. Perusahaan-perusahaan asing di Indonesia pun tidak mau melakukan alih teknologi ataupun alih pengetahuan. Sementara di sekolah-sekolah jurusan kelautan, hampir tidak ada bidang yang mempelajari mutiara.

”Kampanye mutiara Indonesia masih minim dibandingkan dengan negara-negara lain yang tidak punya lautan seluas Indonesia,” kata Yanti Gellwynn, Ketua Festival Mutiara Indonesia.

(Yulia Sapthiani/Myrna Ratna)

* Ingin mengetahui problema ibu bekerja, tips gaya dan menjaga kebugaran, baca Lipsus Working Mom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com