Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Mulai Proses Dugaan "Bullying" di SMA 70

Kompas.com - 28/10/2011, 10:28 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menerima sebuah laporan tindak pidana dugaan kekerasan yang terjadi di salah satu SMA unggulan, yakni SMA Negeri 70 Jakarta. Laporan itu akan diproses polisi dengan melakukan pemanggilan kepada sejumlah pihak. Hal itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi Irawan, Jumat (28/10/2011) di Jakarta.

"Ada 1 laporan yang masuk, itu limpahan dari Polsek Kebayoran Baru. Laporan tentang tindak bullying," ujarnya.

Laporan yang diterima kepolisian berupa bentuk senioritas kakak kelas kepada adik kelasnya.

"Jadi adik kelas ditempeleng oleh kakak kelas," kata Budi.

Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Fitria Mega mengatakan, pihaknya masih mendalami kasus ini.

"Saya belum berani komentar banyak. Laporannya ada, tapi sekarang sedang didalami," ujar Fitria

Sebelumnya, sejumlah orangtua siswa SMAN 70 Jakarta mengadukan kekhawatiran mereka kepada Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak di Pasar Rebo, Jakarta, Kamis (27/10/2011), terkait kekerasan yang terjadi di dalam maupun di luar sekolah. Aduan ini dimaksudkan untuk mencari solusi memutus mata rantai kekerasan tersebut.

Dalam pertemuan itu, salah seorang alumni SMAN 70 angkatan 1986 yang tak mau disebut namanya mengungkapkan kegelisahannya. Menurut dia, saat ini kondisi di sekolah RSBI tersebut semakin sangat memprihatinkan. Siswa SMAN 70 saat ini lebih senang mempertahankan citra baik sekolahnya melalui tawuran.

Orangtua murid lain, Ichwan, mengatakan orangtua sempat berusaha memutus mata rantai itu, namun gagal. Pasalnya, tidak ada upaya yang serius dari setiap pihak yang berkepentingan termasuk sekolah untuk menghentikan tradisi itu.

Menurut Ichwan, tindak kekerasan yang melibatkan siswa SMAN 70 sudah sangat sistemik karena terus berulang dan terjadi pembiaran meski pihak sekolah telah mengetahuinya. Tindak kekerasan tersebut dinilainya tidak terjadi secara spontan, tetapi seperti ada yang telah merancangnya.

Hal itu terlihat dari beberapa kegiatan yang menjadi "ikon" sekolah tersebut, seperti "Bulungan Cup". Para siswa kelas tiga memanfaatkan adik kelasnya sebagai sumber dana untuk kegiatan tersebut. Menurut keterangan Ichwan, pernah dalam suatu waktu semua kelas diharuskan menyetor Rp 1 juta setiap minggu untuk menutupi keperluan event tersebut.

"Di SMAN 70 juga ada budaya yang tidak masuk akal, di mana para siswa kelas satu tidak dianggap sebagai manusia, kelas dua dianggap sebagai manusia, dan siswa kelas tiga dianggap sebagai dewa. Jika uang tidak terkumpul, maka para siswa yunior akan direjes (dihukum)," ujarnya.

Menanggapi keluhan orang tua itu, pihak sekolah menyatakan menyayangkan laporan orangtua ke Komnas Perlindungan Anak. Pihak sekolah beralasan bahwa masalah itu adalah masalah internal yang bisa diselesaikan dengan baik-baik oleh semua pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com