Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Masalah Diskriminasi Perempuan Pedesaan

Kompas.com - 09/03/2012, 19:39 WIB

KOMPAS.com -  Sampai saat ini, berbagai masalah yang menyangkut diskriminasi perempuan masih belum terselesaikan dengan baik. Berbagai peraturan pemerintah, peraturan daerah, sampai undang-undang yang diterapkan untuk mengatasi masalah ini pun nampaknya masih belum berjalan dengan baik di masyarakat.

Permasalahan inilah yang diangkat oleh United Nations Information Center (Kantor Penerangan PBB), dalam talkshow-nya untuk mengeksplorasi tema "Empower Rural Women: End Hunger and Poverty" untuk merayakan Hari Perempuan Internasional. PBB ingin berkonsentrasi pada kesejahteraan perempuan di pedesaan karena sampai saat ini para perempuan di pedesaan memiliki tingkat diskriminasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan perkotaan. Salah satu penyebab utama diskriminasi perempuan di pedesaan adalah adat-istiadat yang masih sangat kental di desa.

"Di pedesaan, kultur adatnya masih sangat kental, dan beberapa adat tersebut seringkali merugikan perempuan," ungkap Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, di Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Jakarta, Kamis (8/3/2012) lalu.

GKR Hemas menambahkan, ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh perempuan pedesaan dalam diskriminasi hak dan jender, yaitu:

1. Kesehatan
Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk jaminan kesehatan. Namun sampai sekarang perempuan belum mendapatkan tanggapan serius mengenai hak-hak kesehatannya dari berbagai pihak. Perempuan kerap tidak diperhitungkan untuk mendapatkan jaminan kesehatan, padahal perempuan lah yang banyak mengalami problem serius di bidang kesehatan, seperti hamil dan melahirkan.

Di pedesaan, kesehatan perempuan belum terlalu dijamin dan diutamakan dibandingkan kaum pria. Lingkungan adat yang masih dipertahankan dengan kuat selalu mengutamakan pria di atas perempuan, termasuk untuk akses kesehatan. Sebagai kepala keluarga yang sehat, pria dianggap bisa menjadi jaminan keluarga yang juga akan sehat. Hal ini tidaklah salah, hanya saja tingkat kesehatan dan pengalaman setiap orang berbeda-beda. Suatu saat perempuan akan mengalami masa kehamilan dan melahirkan yang membutuhkan penanganan dan jaminan kesehatan khusus.

"Sampai saat ini kasus kematian ibu melahirkan dan balita masih cukup tinggi di daerah pedesaan," tukas istri Sri Sultan Hamengku Buwono X ini.

Adanya jaminan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan diharapkan bisa menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, serta kematian balita khususnya di daerah pedesaan.

2. Pendidikan
Bagi masyarakat di pedesaan, pendidikan bagi perempuan belum dianggap penting. Mereka lebih mengutamakan jenjang pendidikan yang tinggi untuk anak laki-laki dibanding anak perempuan. Hal ini disebabkan karena pria dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding perempuan. Selain itu masyarakat pedesaan masih memiliki stigma atau pandangan bahwa perempuan tak perlu berpendidikan tinggi, karena perempuan hanya akan menghabiskan waktunya di dapur dan mengurus anak.

Tak heran, masih banyak penduduk perempuan di desa yang buta huruf karena sama sekali tak mengenyam pendidikan. "Pandangan masyarakat yang seperti inilah yang harus diluruskan, karena semua manusia apapun jenis kelaminnya punya hak yang sama untuk mendapat pendidikan demi kesuksesan masa depannya," ungkap Hemas.

3. Ekonomi
Dalam hal ekonomi, perempuan tidak dianggap sebagai penopang ekonomi yang sah. "Misalkan pada perempuan petani. Meskipun mereka melakukan pekerjaan seperti petani lainnya, mereka tidak dibayar. Karena mereka dianggap sekadar membantu suaminya bekerja, sehingga yang dibayarkan adalah upah sang suami," tukasnya.

Jika di lingkungan kota perempuan karier atau perempuan bekerja sudah menjadi hal yang biasa, tidak demikian dengan di lingkungan pedesaan. Karena terkungkung dengan adat yang tidak mengizinkan perempuan untuk menghasilkan uang atau bekerja, perempuan tidak begitu diperhitungkan dalam lingkungan ekonomi pedesaan. Begitu diperbolehkan bekerja, mereka cenderung akan memilih untuk menjadi TKI di luar negeri.

Sayangnya, hal ini kerap memicu masalah baru. Ketika mendapatkan masalah di negara tersebut, kasus mereka seringkali tidak ditangani serius, atau bahkan diabaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com