Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lucia Kusumawardani: Melayani lewat Paduan Suara

Kompas.com - 20/04/2012, 11:52 WIB

KOMPAS.com - Siapa yang bisa menebak jalan hidup seseorang? Dari awalnya membenci kegiatan paduan suara, kini perempuan bernama lengkap Lucia Kusuma Wardani Tirta Pratiwi ini menjadi salah satu pelatih sekaligus konduktor paduan suara gereja yang disegani. Hari-harinya disibukkan dengan melatih kelompok paduan suara yang berbeda. Jadwal mengajarnya penuh dari Senin sampai Minggu; kelompok paduan suara yang "melamarnya" belakangan terpaksa hanya kebagian jadwal latihan bersamanya satu kali saja dalam seminggu (normalnya kelompok koor gereja berlatih dua kali seminggu).

Kelompok paduan suara (PS) yang dilatihnya juga bukan kelompok sembarangan. Dua di antaranya adalah PSSC (Paduan Suara Sancta Caecilia) Katedral Jakarta, yang sudah dibentuk sejak tahun 1865, serta Paduan Suara Gita Swara Jaya Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Selain itu, ia juga melatih kelompok PS gereja Paroki Salvator-Slipi, Paroki Maria Bunda Karmel-Tomang, dan Paroki St Monika-Bumi Serpong Damai. Sebulan sekali, ia juga melatih kelompok paduan suara gereja komunitas Indonesia di Singapura.

"Sebenarnya dulu itu saya bukan pecinta paduan suara, dan justru membencinya. Paduan suara itu buat saya terlalu diatur, nyanyinya kaku, harus sesuai pattern, pokoknya nggak menarik. Saya lebih suka yang bebas, seperti vocal group," tutur perempuan yang akrab disapa Dani ini.

Pandangannya mengenai paduan suara mulai berubah ketika di bangku kuliah berkesempatan menonton konser misa requiem di Gereja Katedral. Yang tampil saat itu, siapa lagi kalau bukan PSSC, kelompok paduan suara legendaris yang anggotanya berasal dari beberapa paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Peristiwa pada tahun 1997 itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Ternyata paduan suara bisa menghasilkan alunan suara yang indah dan dinamis, tidak seperti yang dipikirkannya sebelumnya. Dani yang merasa jatuh cinta, kontan bergabung dengan PSSC.

Lulus dari Fakultas Komputerisasi Akuntasi Universitas Bina Nusantara, Dani sempat merasakan menjadi guru ekonomi dan guru seni musik di dua sekolah menengah atas. Sambil mengajar, ia terus aktif di PSSC sebagai anggota. Peluang menjadi dirigen terbuka ketika PSSC berniat melakukan regenerasi. Semula, ia hanya diminta menjadi dirigen pengganti karena dirigen utamanya tengah melanjutkan studi di Jerman. Lama-kelamaan, posisi sebagai dirigen ditawarkan padanya.

"Menjadi dirigen itu dulunya karena 'dipaksa'. Awalnya memang seperti kejeblos. Saya tidak memiliki background secara formal, sehingga belum cukup pede untuk menjalaninya. Tapi setelah itu ya, enjoy aja ngejalaninnya," kenang Dani.

Karena tidak memiliki latar belakang di bidang pelatihan paduan suara, Dani diminta untuk mengikuti kursus privat, dan workshop di sejumlah tempat. Workshop pertama yang diikutinya adalah Choral Symposium di Bandung untuk memelajari ilmu paduan suara. Sambil mengajar, ia terus mencari informasi untuk menambah ilmunya. Ia sempat mendapat semacam beasiswa untuk mengikuti Choral Conducting Masterclass di Graz, Austria, di bawah bimbingan Prof Rodney Eichenberger; lalu mengikuti workshop musik Renaissance di Rimini, Italia; serta Conducting Masterclass di Kodaly Institute, Kecskemet, Hungaria, di bawah bimbingan Prof Dr Peter Erdei.

"Saya sangat bersyukur atas kesempatan itu karena di sana pengetahuan saya bertambah banyak, sehingga saya juga bisa lebih berkembang dalam pelayanan saya lewat paduan suara," kata Dani, yang banyak membuat aransemen baru dari lagu-lagu yang sudah ada.

Dari workshop atau masterclass tersebut, Dani memelajari pengetahuan tentang musik, teknik vokal paduan suara, teknik conducting, komunikasi, hingga teknik komposisi. Kepercayaan dirinya pun semakin meningkat, dan sejak tahun 2003 total mendedikasikan hidupnya untuk dunia paduan suara. Dengan bekal ilmunya, Dani menjadi satu dari tiga konduktor utama yang memotori PSSC.

Bersama tiga konduktor ini, PSSC tidak hanya tampil dalam lingkup paroki, tetapi juga menggelar berbagai konser musik di lingkup keuskupan. Mereka juga tidak hanya membawakan lagu-lagu liturgis, tetapi juga karya-karya komposisi klasik. Karya-karya tersebut juga tidak hanya bisa dibawakan pada saat liturgi Ekaristi, melainkan juga saat konser atau peristiwa-peristiwa besar seperti Paskah dan Natal, peringatan kematian atau perkawinan, peringatan kaul kekal hidup membiara, dan lain sebagainya.

Jalan hidup Dani selanjutnya seolah mengalir tanpa direncanakan, meskipun pada akhirnya selalu kembali ke pelayanan melalui paduan suara. "Saya nggak tahu, tapi jalannya selalu ke sana. Buktinya, saya nggak pernah tuh ditawarin pekerjaan selain di bidang ini. Saya juga nggak ngerti, dari awalnya hanya melatih di Caecilia, entah darimana orang tahu lalu meminta saya mengajar di tempat mereka. Setelah itu, saya terus melanglang buana di gereja-gereja," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 22 Januari 1977 ini.

Sampai terbawa mimpi
Tidak semua orang bisa menjadi konduktor. Menurut Dani, modalnya adalah kesabaran, ketelatenan, musikalitas, telinga yang sensitif dalam mendengar bunyi-bunyian, serta kemampuan untuk mempengaruhi sejumlah orang untuk menghasilkan suara seperti yang dia inginkan. "Musikalitas, teknik melatih, dan sensitivitas bisa dipelajari, tetapi ada yang tidak dimiliki semua orang, yaitu energi, dan kharisma, agar semua orang mau memperhatikan kita," tukas Dani, yang dikenal tegas dan disiplin dalam mengajar.

Ia menemukan daya tarik tersendiri dalam dunia paduan suara. Bekerja sama dengan orang-orang dari berbagai latar belakang membuahkan pengalaman hebat buatnya. Setiap kelompok paduan suara memiliki kultur yang berbeda. Koor yang anggotanya mayoritas perempuan tentu berbeda dengan koor mahasiswa. Ia banyak belajar bagaimana menghadapi orang dengan karakter dan latar belakang sosial yang berbeda-beda, dan belajar mengenai pelayanan.

"Saya belajar untuk menerima mereka apa adanya. Di tengah kesibukan dan keterbatasan mereka, mereka masih mau bersatu untuk menyanyi untuk Tuhan. Itu yang menarik buat saya," katanya.

Kepuasan yang dirasakannya adalah ketika sebuah kelompok paduan suara yang semula "tidak bisa nyanyi", akhirnya bisa menyanyi dengan lebih baik. Atau ketika satu kelompok paduan suara mampu "menaklukkan" sebuah lagu yang sulit, dan menampilkannya dengan indah. Ia menggambarkan pengalamannya seperti seorang guru yang berhasil membuat muridnya dari semula tidak mengerti menjadi mengerti.

Tetapi jangan ditanya bagaimana proses membuat orang bisa menyanyi dengan teknik yang baik. Hal ini diakuinya kerap menimbulkan stres, bahkan frustrasi. Koor yang mayoritas anggotanya terdiri atas karyawan, sering tidak hadir lengkap saat latihan. Kondisi ini dinilainya bisa menghambat kemajuan paduan suara. Sementara kelompok koor yang semula tidak mempunyai pelatih, artinya harus dilatih mulai dari nol. Tugas ini tergolong berat, karena pelatih harus bisa menantang mereka untuk berlatih secara intens.

Ketika melatih koor mahasiswa untuk mengikuti lomba paduan suara, tidak hanya rasa lelah yang dirasakannya karena harus berlatih setiap hari. "Bahkan dalam tidur pun sering terbawa mimpi, karena saya terus memikirkan besok harus melakukan apa supaya mereka bisa lebih baik," katanya terkekeh.

Di bawah pimpinan Dani, PS Gita Swara Jaya sukses meraih sejumlah penghargaan. Dalam Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi) di Salatiga tahun 2008, kelompok ini meraih Juara I kategori Musica Sacra, Gold Medal kategori Gospel/Negro Spiritual, dan Gold Medal kategori Folklore. Kini, Gita Swara tengah bersiap mengikuti Pesparawi di Ambon pada bulan Oktober 2012.

Masih ingin belajar
Menyimak kembali pengalaman hidupnya ke belakang, tak ada lagi yang dirasakan Dani kecuali bersyukur karena bisa memilih untuk mengejar passion-nya di bidang musik. Tidak sedikit pun muncul penyesalan karena tidak mengejar karier sesuai dengan latar belakang pendidikannya saat kuliah. Bila awalnya membenci paduan suara, kini bidang ini telah mendarah daging dalam dirinya.

"Ini memang passion-ku. Kalo bukan passion-ku, mungkin aku sudah mundur dari dulu. Keluarbiasaan yang aku rasakan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Keberhasilan mereka dalam konser, tugas, ataupun lomba, merupakan kebahagiaan yang luar biasa buatku. Melatih sebuah paduan suara itu tidak hanya membuat mereka bisa bernyanyi dengan baik, tapi juga mendidik mereka secara lahir dan batin. Berat memang, tapi menyenangkan. Aku sangat menikmatinya dan akan mendedikasikan diriku di bidang ini," tutur Dani.

Ia mengakui, sesekali memang merasakan kejenuhan. Tetapi ia punya obat yang ampuh untuk mengatasi rasa jenuh. Biasanya ia akan meliburkan diri selama seminggu, lalu jalan-jalan, ngopi sendirian atau bersama teman-temannya di kafe sambil membaca buku, atau hunting foto, hobi baru yang sedang dipelajarinya. Pendek kata, dalam seminggu ia akan "putus hubungan" dengan segala yang berkaitan dengan koor. Selepas itu, biasanya ia sudah merasa segar lagi.

Sekarang ini, Dani tengah bersiap untuk melepaskan tugasnya sebagai pelatih di PSSC karena kebutuhan untuk regenerasi. Rencananya ke depan saat ini adalah mempelajari musik dengan jenjang setara S1 di Jerman atau Hungaria. Belum lama ini, ia gagal melewati tahap seleksi untuk mengikuti suatu workshop di Jerman. "Masih banyak yang musti aku pelajari karena standar mereka sangat tinggi. Mungkin juga aku salah pilih jurusan, aku juga nggak tahu," katanya.

Di sekolah dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tentu akan lebih banyak ilmu yang didapatnya. Banyak yang harus dipelajarinya sebelum mampu membuat karya yang bagus. Belajar tidak mengenal batas umur, dan Dani bertekad untuk terus mengusahakan agar cita-citanya terwujud, sebagai bekalnya di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com