Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Zikomo Kwambiri" dari Pasien HIV Positif Pertamaku

Kompas.com - 14/06/2012, 14:30 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

“Bayi ini menderita diare sejak empat hari yang lalu. Dia pasien HIV kita yang juga sedang menjalani perawatan tindak lanjut malnutrisi. Kami sudah mencoba menstabilkan dan menyisipkan selang intravena (IV) tapi kami gagal memasukkan selang hampa karena pembuluh darahnya sudah pecah.”

Aku menatap bayi itu. Badannya begitu mungil, mata cekung dan dengan kulit yang sangat kering. Matanya terpejam namun mulutnya terbuka seolah mencoba mendapatkan sebanyak mungkin oksigen yang ia bisa. Aku mendekati Ibu dan bayi itu untuk memperkenalkan diri. Kupegang tangan mungilnya yang dingin. Dia sedang berjuang antara hidup dan mati; dia sekarat.

Dari luka bekas penusukan yang kulihat, tampaknya asisten tadi sudah berkali-kali mencoba menyisipkan selang IV ke tubuh si bayi. Jantungku berdetak kencang, aku harus berpikir keras. Ini mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan nyawa pasien kecil ini. Kuperiksa tangannya lebih dekat lagi; menahan napas, lalu memasukkan selang IV terkecil ke salah satu vena yang terlihat. Darah merah kental mengalir ke dalam selang, aku memasang set infus, dan selesai sudah! Aku berhasil memasukan selang IV  ke tubuh pasien HIV pertamaku, pasien Afrika pertamaku. Tak ada yang bisa melukiskan betapa bahagianya aku saat itu.

Aku menginstruksikan sang asisten untuk melanjutkan pengobatan dan membantu memantau perkembangan pasien. Aku mendapatkan kembali kepercayaan diriku. Ternyata, aku tahu apa yang harus kulakukan dan bagaimana memulai pengobatan pasien HIV. Namun mungkin saja semuanya sudah terlambat karena bayi itu sudah terlalu lemah.

Sekilas, aku melihat bayi itu membuka mata kecilnya dan memandang ibunya. Tiba-tiba, semua kecemasanku pun hilang. Aku yakin masih ada harapan baginya untuk bertahan hidup. Ya, akan selalu ada harapan!  

Setelah melewati hari pertama yang melelahkan, kesunyian malam memberiku ruang untuk melihat kembali tujuan kedatanganku di Thekerani. .

Apa yang aku lakukan di sini? Desa ini berjarak ribuan mil dari kampung halamanku, dari orang-orang yang kucintai. Bagaimana para pasien HIV positif di sini menghadapi ketergantungan mereka pada obat-obatan HIV yang jelas akan selalu mereka butuhkan hingga akhir hidup mereka? Bagaimana jika stok obat-obatan tersebut habis, tak lagi tersedia di negara ini? Apa yang akan terjadi pada mereka?” 

Begitu banyak pertanyaan yang bersarang di benakku hingga akhirnya aku tertidur di malam pertamaku di Malawi.  Keesokan harinya, begitu bangun aku langsung bergegas menuju pusat kesehatan. Tujuanku hanya satu, yaitu melihat kondisi si bayi. 

Saat aku berjalan ke arah Ibu dan bayi itu, aku bisa melihat bahwa meskipun kondisinya masih lemah namun ia terlihat sangat hidup dan kondisinya sudah jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Aku tak lagi melihat airmata, namun sebuah senyum kebahagiaan yang sangat tulus di wajah ibunya.  Ibu itu tersenyum padaku dan dengan lembut ia ucapkan “Zikomo kwambiri” – sebuah cara sederhana untuk mengucapkan terima kasih dalam bahasa mereka. Aku membalas ucapannya dan kami pun kemudian tertawa. Aku sangat bahagia dan puas.

Satu kehidupan sudah terselamatkan dan itu menjadi awal dari sebuah hari yang baru. Aku pikir jawaban atas pertanyaan tentang mengapa aku berada di sini secara perlahan terjawab sudah. Aku bersyukur diberi kesempatan untuk membantu mereka yang sangat membutuhkan pertolongan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com