Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/09/2013, 16:20 WIB

Kompas.com - Berjauhan dengan anak bukan berarti tak bisa dekat dengan sang buah hati. Kondisi ini dapat disiasati, bahkan anak pun bisa berprestasi.

Tak semua orangtua bisa tinggal serumah dengan anak. Hal ini bisa terjadi karena orangtua harus bekerja di luar kota atau ke luar negeri. Alasan lain, bisa saja anak bersekolah di pesantren atau asrama atau juga alasan perceraian.

“Siapa, sih, yang mau berjauhan dengan anak atau keluarga? Mungkin peluang di luar, seperti menjadi TKI lebih menjanjikan, sehingga mereka memilih bekerja di sana,” kata Sukma Rani Moerkardjono, S.Psi, M.si.,  Psikolog dari Ukrida.

Beri Penjelasan

Berpisah dengan anak bukan hal yang mudah dan memerlukan banyak pertimbangan. “Apalagi jika anaknya masih kecil, ia pasti membutuhkan sosok ibu.” Namun, bila kondisi memaksa hingga tak ada pilihan lain, apa mau dikata?

Maka, anaklah yang harus disiapkan pertama kali dan sebaik mungkin. “Jangan sampai anak merasa orangtua tidak sayang kepadanya,” ujar Sukma. Semula, anak pasti akan memberontak, marah, dan kecewa karena tidak tinggal serumah dan mempertanyakan kenapa orangtua harus bekerja di tempat yang jauh, misalnya.

Sukma pun menyarankan agar orangtua memberi pengertian bahwa mereka bekerja demi anak. “Selalu berikan penjelasan sambil tenangkan mereka hingga ada perasaan nyaman.” Lalu, cari orang yang bisa dipercaya dalam menitipkan anak. Sebut saja, orangtua, paman, tante, adik, atau kakak. “Pastikan mereka sayang kepada anak Anda, ada kesepakatan dua belah pihak tentang pola asuh, dan lakukan komunikasi lewat telepon.”

Komunikasi sangat penting untuk menjaga kedekatan orangtua-anak. “Anak mengalami proses tumbuh kembang tanpa orangtua. Jadi, jangan pernah bosan menelepon sebab ia akan merasa orangtuanya perhatian bila komunikasi dilakukan setiap hari.”

Lakukanlah komunikasi via telepon, misalnya, yang disarankan dilakukan tiga kali dalam sehari. “Komunikasi pun harus ada interaksinya. Misalnya, pagi mengingatkan anak sekolah, siang menanyakan kabar pulang sekolah, lalu malam tanyakan kebutuhan belajarnya,” papar Sukma.

Nah, komunikasi tak hanya dilakukan dengan anak, tapi juga dengan orang yang dititipkan. “Jangan asal menitipkan anak dan memberi biaya hidup, tapi anak tidak dipantau. Apa pun yang terjadi dengan anak, orangtua harus tahu.” Jadi, tetap berikan perhatian meski nenek atau kakeknya sudah memberikan kasih sayang.

Tepati Janji

Jika anak sakit, usahakan pulang dan berikan motivasi kepada anak. “Dahulukan anak yang sakit daripada pekerjaan. Kalau bisa, ada jadwal pulang tiap akhir minggu, tapi ini tentu saja tergantung jaraknya,” tutur Sukma yang juga berprofesi sebagai dosen.

Saat anak bertanya mengapa orangtuanya tak bisa sering pulang, Sukma menyarankan, “Jelaskan soal jarak jauh dan biaya mahal, sehingga orangtua tidak bisa terlalu sering pulang. Selain itu, meminta izin dari kantor juga tak mudah apalagi kalau atasan tidak punya empati?” urai Sukma.

Bila Anda tak mempunyai waktu menengok anak, anaklah yang dibawa menjenguk orangtuanya. “Pokoknya, harus ada pertemuan anak dan orangtua. Dan, harus ditepati jika berjanji pulang, kecuali ada hal penting yang tidak bisa ditinggal,” tegas Sukma.

Lebih Dewasa

Bila komunikasi tak pernah dibina, anak merasa ditinggalkan orangtua dan lebih nyaman bersama nenek, teman, atau orang lain. Padahal, dampaknya di masa depan bisa berbahaya. Misalnya, anak membenci orangtua, menjadi pribadi introvert, atau memberontak. “Saat dewasa, anak akan malas belajar, tidak semangat, tidak termotivasi, tidak berprestasi, dan mencari perhatian dengan melakukan hal-hal negatif.”

Pola asuh dari orang yang dipercayai dalam menitipkan anak juga bisa berdampak negatif. “Itulah pentingnya kesepakatan dalam pola asuh sejak awal. Jangan sampai Anda tegas, tapi orangtua Anda permisif dan memberikan apa yang diminta anak agar mereka senang.

Hal kecil seperti pilihan makanan, misalnya. Anda mewanti-wanti jangan sampai anak diberi makanan instan. “Ternyata, orangtua Anda malah memberikan makanan tersebut.” Begitu Anda melarang anak mengonsumsi makanan itu, anak pasti marah dan menganggap Anda jahat. “Anak pun akan membandingkan Anda dengan neneknya yang tidak pernah melarang mengonsumsi makanan itu,” papar Sukma.

Bila hal ini dibiarkan, jarak dengan anak makin menganga. “Anak tidak mendengarkan Anda dan lebih memilih mengikuti omongan neneknya.” Maka, begitu kendala semacam ini terjadi, berikan penjelasan dengan contoh konkret. Misalnya, makan sembarangan akan membuat tubuh mudah sakit. Pahami pula bahwa orangtua Anda tak bisa sesempurna yang Anda harapkan dalam mengasuh buah hati. “Jadi, berdiskusilah dan beri tahu realita saat ini karena orangtua Anda belum tentu paham, kan?”

Akan tetapi, hidup berjauhan dengan orangtua tak selalu muram. Anak justru bisa lebih mendapatkan sisi positif dari kondisi ini. “Anak bisa dewasa sebelum waktunya karena anak bisa lebih menerima kenyataan dan anak mengerti orangtua bekerja demi dirinya.” Anak bahkan bisa berprestasi meski orangtua membimbing dan memberi motivasi meski hanya lewat telepon.

Oleh karena itu, sering-seringlah memotivasi anak meski terpisah jarak. “Contohnya, “Kamu harus tetap semangat belajar meski Bunda jauh karena anak yang berprestasi adalah hadiah terindah bagi orangtua. Bunda pun akan tambah semangat bekerja kalau kamu berprestasi,” urai Sukma.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com