Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/09/2017, 11:50 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sumber POP SUGAR

Misalnya saja Hotel Virgin yang membuat video singkat bagaimana cara membuat cocktails menggunakan bahan-bahan di kulkas kamar hotel. Video itu ternyata mampu meningkatkan penjualan mini bar di hotel itu sampai 300 persen.

Lautan ponsel

Hasrat untuk mendokumentasikan setiap momen dari perjalanan ternyata bisa menjadi sebuah candu, terutama jika Anda sedang berada di tempat yang populer di Instagram.

Karena ingin membuktikan pada follower di media sosial kita ada di tempat berlibur impian, saat ini banyak destinasi turis yang berubah menjadi lautan ponsel dan "tongsis".

Terus-terusan terhubung dengan ponsel bisa mengurangi kemampuan kita untuk rileks dan mendapatkan pengalaman baru. Padahal itu adalah tujuan utama kita berlibur.

Kebutuhan untuk terus meng-update perjalanan kita juga membuat kita kurang menikmati perjalanan itu sendiri. Buat apa jauh-jauh ke Paris jika Anda hanya akan melihat Mona Lisa melalui layar Android Anda.

Ketika Anda lebih peduli pada followers dan teman-teman, tentu sulit untuk bisa terhubung dengan lingkungan lokal yang kita kunjungi, bahkan seringkali hal itu membuat Anda jadi turis yang tidak sopan.

Baru-baru ini Milan, Italia, menjadi salah satu kota yang mulai melarang penggunaan "tongsis" sebagai usaha untuk melawan perilaku anti-sosial. Lucu bukan, media sosial ternyata membuat kita jadi individu yang kurang sosial.

Lebih mementingkan unggahan di Instagram juga membuat banyak tempat menjadi homogen. Setiap restoran, hotel, dan cafe yang kita kunjungi menjadi campur aduk, tak jelas lagi lokasinya di mana. Wall paper dengan tulisan menggelitik, misalnya, bisa kita temui di Bandung atau Melbourne.

"Belakangan ini kita melihat terlalu banyak foto sempurna di media sosial, dan tidak menunjukkan sesuatu yang nyata dan otentik dari perjalanan kita," kata O'Neill.

Ia juga mengkritik foto-foto yang dipamerkan tersebut karena menunjukkan konsumerisme. Seberapa sering Anda melihat foto di Instagram berupa boarding pass pesawat kelas bisnis di atas sampul kulit untuk pasport, atau kolam renang infinity di pinggir laut.

O'Neill juga menganggap percuma traveling jika kita hanya mencari sesuatu yang selama ini sudah kita anggap nyaman dan tidak mau mencoba pengalaman baru.

Tapi, menurutnya masalahnya bukan hanya pada Instagram. "Bisa jadi ini adalah cerminan gaya hidup kita yang terbiasa meniru," katanya.

Walau begitu, menurut Hopkins, Instagram tetap memiliki dampak positif. Terutama jika kita menggunakannya untuk membuat perencanaan liburan dan bukannya mendokumentasikan setiap hal yang dilakukan saat berlibur.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com