Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Menuju Indonesia Emas, Saatnya Bergegas Lakukan Perbaikan Gizi

Kompas.com - 29/04/2024, 12:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 baru saja dirilis, yang merupakan integrasi antara Riset kesehatan dasar (Riskesdas) dan Studi status gizi Indonesia (SSGI).

SKI setebal 965 halaman itu memberi gambaran kesehatan di Indonesia mengenai indikator status kesehatan, pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan sekaligus data biomedis dari pemeriksaan darah, serta pemeriksaan gigi dan mulut.

Selain menjadi data tentang apa yang telah dicapai selama kurun waktu lima tahun terakhir (2018-2023), informasi yang dapat ditarik juga berkaitan dengan faktor risiko terkait derajat kesehatan yang diukur, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan pembangunan kesehatan selanjutnya.

Baca juga: Seliweran Tontonan Kekinian soal Gizi, Saatnya Nalar Perlu Diajar

Kategori Kurang Makan Sayur dan Buah Nyaris 100 Persen

Ada beberapa temuan menarik yang bisa dibandingkan dengan data lima tahun yang lalu. Salah satunya, yang membuat saya bingung dan sedih adalah tentang kurangnya asupan sayur dan buah.

Bukannya terkoreksi membaik, tapi justru di negeri yang kaya melimpah bahan pangan sehat ini, ternyata 96.7% penduduknya masuk kategori kurang makan sayur dan buah, nyaris menembus angka absolut 100%.

Disebut kurang karena tidak memenuhi kriteria WHO, yakni 5 porsi sayur dan buah setiap hari – yang sebetulnya bisa sekali dicapai, jika setiap kali makan mulai dari sarapan, makan siang, dan malam kita selalu menyertakan sayur dan buah.

Padahal Riskesdas lima tahun yang lalu, angka 95.9% sudah membuat kita cukup gelisah sehingga dicanangkan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) lewat instruksi Presiden, yang salah satunya mendorong lebih banyak konsumsi sayur dan buah.

Baca juga: Program Makan di Sekolah, Apa Gizi Keluarga Sudah Dibenahi?

Ilustrasi obesitas. Obesitas dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit, dari penyakit jantung atau stroke, kanker, hingga diabetes.Shutterstock/Fuss Sergey Ilustrasi obesitas. Obesitas dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit, dari penyakit jantung atau stroke, kanker, hingga diabetes.

Angka Obesitas dan Diabetes Ikut Meningkat

Dari data di atas, ada benang merah yang bisa disangkutkan juga dengan semakin meningkatnya status obesitas kelompok usia 40-49 tahun yang berkisar di angka 30% - artinya, 1 dari 3 orang Indonesia masuk kriteria obes (Indeks Massa Tubuh di atas 25), bukan hanya sekadar ‘berat badan berlebih’ (Indeks Massa Tubuh 23-24.9).

Bahaya semakin bertambah dengan adanya fakta, bahwa rentang usia 45-54 tahun obesitas sentral mencapai 48% - artinya, kurang lebih separuh penduduk kita di usia tersebut mempunyai lingkar pinggang lebih dari 80 cm (wanita) dan 90 cm (pria).

Obesitas sentral adalah faktor risiko untuk penyakit jantung dan stroke, hipertensi, diabetes melitus akibat resistensi insulin dan sindrom metabolik.

Prevalensi Diabetes Melitus sendiri melejit naik hingga 11.7% dibandingkan 5 tahun sebelumnya 8.5% dan pada tahun 2013 sebesar 6.9%. Artinya, dari 10 orang Indonesia, 1-2 di antaranya sudah terkena diabetes.

Begitu pula prevalensi pra diabetes sudah berada di kisaran 13.4%, bahkan kelompok usia 15-24 tahun menempati angka 10.8%. Satu dari 10 anak remaja kita sudah berada dalam kondisi pra diabetes.

Baca juga: Promosi Kesehatan: Iklan Layanan Masyarakat yang Ketinggalan

Ancaman Indonesia Emas

Jika kita masih menganggap enteng pola makan berisiko dan gaya hidup sehari-hari masih ‘berjalan biasa’, maka istilah Indonesia Emas 21 tahun mendatang berubah menjadi Indonesia Cemas.

Semua hasil di atas tentu ada sebabnya. Tak dapat dipungkiri, literasi gizi orang Indonesia jauh dari mumpuni.

Jangankan paham soal berapa porsi buah dan sayur yang harus dikonsumsi, cara masak pun masih amat berisiko.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com