KOMPAS.com - Ada semacam tren baru yang muncul di media sosial. Di tengah tren dan hobi lama untuk mengunggah potret diri dengan berlomba-lomba paling cantik atau paling menarik, dalam beberapa waktu terakhir muncul tagar #skinpositivity.
Dalam tren itu, foto-foto yang muncul tak bisa dikategorikan sempurna. Orang-orang menggugah foto-foto mereka tanpa make up, foto berjerawat, wajah dengan bercak kemerahan, komedo, luka, dan sebagainya.
Sebelumnya, mengunggah foto semacam itu seolah tabu. Coba saja melihat ke belakang pada 2015, saat Em Ford, melalui @mypalefaceblog mengunggah video berjudul "You Look Disgusting" yang menampilkan dirinya dengan wajah berjerawat. Kemudian ia membubuhkan make up di wajahnya sehingga terlihat cantik. Namun, kecantikan tersebut bukan lah kecantikan alami karena merupakan sentuhan make up.
Saat ini, Ford masih suka mengunggah foto dirinya tanpa riasan. Ia bahkan memimpin gerakan #skinpositivity. Sebelumnya, tagar ini tak begitu viral. Hanya sekitar 600 postingan yang menyertakan tagar tersebut.
Makin hari, semakin banyak yang menggunakannya dan menampilkan wajah berjerawat atau tak sempurna.
Gerakan itu bukan untuk mengatakan pada orang-orang yang berjerawat untuk tak melakukan apapun. Melainkan untuk tetap percaya diri dan tetap merasa cantik.
"Jerawat adalah kekhawatiran yang besar bagi semua orang di dunia," tulis Ford dalam surat terbukanya untuk model kendall Jenner setelah tereksposnya jerawat pada wajah Kendall saat menghadiri Golden Globes Award.
"Aku percaya bahwa satu-satunya jalan untuk mengurangi kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan itu adalah untuk menjadi diri sendiri. Menjadi diri yang menjalani hidup mereka dengan komentar apapun dari orang lain tentang jerawat mereka dan menegaskan bahwa hal itu normal," tulisnya.
Beberapa orang kemudian mengikuti jejak Ford. Sebut saja Kali Kushner, yang secara candid mendokumentasikan upaya-upaya dirinya untuk mengurus jerawat. Hampir semua selfie yang diunggahnya tak menggunakan make up dan selalu diikuti dengan berbagai komentar tentang stigma noda wajah.
"Jerawat hanya sementara. Ini tak menjelaskan siapa dirimu kecuali kamu membiarkannya (menunjukkan jati diri)," tulis Kushner pada 6 Januari.
Pada Desember 2017, Dermatolog asal London, Anjali Mahto mengambil selfie jarak dekat terhadap jerawat pada wajahnya.
"Aku bukan lah dermatolog dengan kulit sempurna. Pun aku bercita-cita untuk sempurna," tulis dia. Ia telah memiliki masalah jerawat sejak 1992 dan melakukan banyak hal untuk mengatasinya.
"Kadang ini bukan kesalahan karena make up, kurang tidur atau lainnya, Tapi bisa juga karena DNA, adanya kombinasi unik dari hormon dan genetik," sambung dia.
Hal ini terjadi bahkan pada para model, yang mata pencahariannya bergantung pada kesempurnaan diri. Mereka juga mulai buka suara soal jerawat. Pada Desember 2017, misalnya, Briana Lopez mengunggah foto dirinya dengan masalah jerawat parah.
"Untuk menjadi model, pada dasarnya kita dituntut untuk sempurna. Aku berjuang banyak dengan kulitku lalu aku merasa perlu berhenti untuk berpura-pura tidak punya masalah. Terutama pada industri ini. Ini merupakan penipuan tentang citra tubuh dan kulit kita," tulis dia.
Sementara itu, Belle Lucia, yang kerap mengunggah foto berbikini, OOTD dan foto-foto traveling, juga mengunggah foto wajahnya yang polos tanpa make up.
"Tidak ada yang sempurna," tulisnya. "Aku mengunggah ini untuk membantu mereka yang merasa punya masalah jerawat dan khawatir dengan penampilan mereka. Karena saat aku muda, aku juga berharap seseorang bisa mengatakan bahwa penampilan tidak mendefinisikan diriku. Dan bahkan para model yang kau lihat pada iklan-iklan juga tidak sempurna."
Hal-hal itu seolah menjadi fakta kontras dari sebuah kecantikan dan kesempurnaan yang ditunjukkan oleh orang-orang highprofile di Instagram mereka. Pikirkanlah. Wajah dengan pulasan foundation, penggunaan highliter, bulu mata yang tebal, alis tajam, contouring yang sempurna, hingga eye shadow memesona. Ini seolah telah menjadi tuntutan penampilan yang dijunjung tinggi sejumlah beauty influencer.
Mereka seolah menormalisasi wajah yang sempurna, tanpa jerawat, dan standar kecantikan lainnya.
Namun, munculnya tren #skinpositivity membuat mereka yang memiliki problematika kulit wajah tak merasa sendirian. Ini juga memunculkan optimisme agar semua orang tak merasa malu memilikinya.
Satu hal yang paling menjanjikan dari gerakan skin positivity adalah pesan bahwa hari-hari burukmu tak berarti mencerminkan kecantikanmu. Faktanya, hari-hari buruk itu juga tak selalu buruk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.