Kompas.com: Lalu mengapa harus menutup gerai hanya untuk membukanya kembali? Apakah konsep itu tidak bisa langsung dijalankan pada gerai yang ada?
Nagy: Salah satu problem yang kita hadapi di Indonesia adalah bahwa sebelumnya toko-toko Clarks di Indonesia dijalankan dengan cara kuno.
Artinya, saat kamu memasuki toko, kamu akan melihat sepatu-sepatu kami tidak dikelompokkan dalam grup yang berbeda atau harga berbeda, dan kebanyakan dijual dengan harga 10-15 persen lebih tinggi dibanding harga di Singapura.
Itu adalah masalah besar. Karena konsumen akan berpikir Clarks hanya menjual sepatu untuk usia tertentu, bukan untuk semua orang, dan harganya terlalu mahal.
Yang kami lakukan saat ini adalah mengubah persepsi itu. Untunglah saat saya bergabung dengan Clarks, kebetulan kerjasama dengan pemilik toko (lama) di Indonesia segera berakhir.
Jadi kami tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Mari bekerjasama dengan perusahaan yang tepat, yang memahami tujuan kami, yang mengerti soal retail, dan sekaligus mengerti kebutuhan konsumen, dan melihat konsumen sebagai bagian penting dalam bisnis ini.
Kemudian kami bertemu MAP yang sudah berpengalaman memegang banyak brand dan mengerti bagaimana menjalankan bisnis seperti ini di Indonesia.
Karena pada akhirnya, pekerjaan saya bukan memberi perintah apa yang harus dilakukan, melainkan memberi support, karena saya punya produk bagus, konsep bagus, harga bagus, maka marilah kita jalankan bersama.
Saat saya bertemu MAP, mereka mengatakan bahwa pemasaran kami kurang bagus. Saya jawab, ya saya tahu, itu sebabnya mereka mengontrak saya. Namun ini akan berubah dan kami akan menjalankan strategi baru yang tepat bersama. Kami menemukan kata sepakat, dan semua berjalan dengan alami.
Koleksi sepatu Clarks
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.