Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lupa Vs Pikun, Gangguan Daya Ingat yang Serupa tapi Tak Sama

Kompas.com, 18 Desember 2021, 12:44 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Istilah lupa dan pikun sering dipakai untuk merujuk pada gangguan daya ingat yang dialami seseorang. 

Penurunan daya ingat merupakan salah satu bagian dari proses fisiologis dan penuaan yang dialami oleh semua orang. Semakin tua maka kita membutuhkan semakin banyak waktu untuk lebih lama melakukan pembentukan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali memori.

Kata lupa atau pikun sering disamakan untuk menjelaskan kondisi tersebut, padahal sebenarnya ada perbedaan yang sangat signifikan di antara keduanya.

Pakar kesehatan dari Universitas Indonesia, Dr. dr. Ninik Mudjihartini, MS, mengatakan, lupa dan pikun adalah dua hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan.

"Dua hal ini tidak sama, berbeda dengan gejala dan penanganan yang seharusnya juga berlainan," jelasnya dalam webinar bertajuk "Kiat Sehat Lansia Pasca Pandemi Covid-19", Sabtu (18/12/2021).

Baca juga: 11 Makanan Penambah Daya Ingat

Ia menguraikan, lupa adalah peristiwa ketika kita tidak dapat menimbulkan kembali informasi yang telah diterima atau disimpan. Lupa juga terjadi kita kehilangan kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa yang telah dipelajari sebelumnya.

Dokter Ninik memcontohkan, seseorang yang melupakan materi studinya di bangku kuliah merupakan bentuk nyata dari lupa. Orang tersebut lebih banyak berkutat dengan materi pekerjaannya saat ini sehingga ingatan tersebut tersingkirkan.

Lupa adalah fenomena yang awam dialami banyak orang dan terjadi karena berbagai alasan. Salah satu teori yang berkembang di dunia kedokteran, lupa disebabkan informasi tersebut sudah disimpan terlalu lama sehingga rusak atau hilang dari ingatan.

Selain itu, lupa juga bisa dikarenakan informasi yang disimpan atau akan ditimbulkan kembali sudah terlalu banyak sehingga menimbulkan interferensi.

Lupa merupakan kondisi yang normal dalam proses penuaan sebagai bagian dari proses fisiologis tubuh.

Baca juga: Waspadai, Sering Stres Bisa Turunkan Daya Ingat

Pikun tidak sama dengan lupa

Ilustrasi lupaUnsplash/Zach Rowlandson Ilustrasi lupa

Ninik mengatakan, kondisi yang lebih serius tetapi luput dari perhatian adalah pikun. Banyak orang menyamakannya dengan lupa sehingga tidak awas dengan berbagai gejala yang muncul.

Padahal, pikun adalah bukti terjadinya penurunan kemampuan berpikir secara drastis akibat menurunnya jaringan otak.

"Pikun itu adalah demensia, bukan lupa, dan gejalanya biasanya meningkat seiring usia," tambah akademisi Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI ini.

Baca juga: 5 Kunci Sukses agar Tak Jadi Manusia Pikun

Ditegaskan pula, pikun bukan merupakan gejala normal dalam proses penuaan sehingga tidak boleh disepelekan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau