Oleh: Nika Halida Hashina dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Sering menghadapi anak tantrum hebat tanpa sebab? Hal ini tidak baik jika dibiarkan, maka dari itu perlu pengetahuan untuk menguranginya.
Menurut Denis Sukhodolsky, psikolog klinis di Yale Medicine bagian Pusat Studi Anak, rata-rata anak di bawah empat tahun mengamuk sebanyak sembilan kali per minggu.
Akan tetapi, terkadang anak-anak memiliki tantrum yang berlanjut seiring bertambahnya usia. Perilaku ini tentu bisa menjadi masalah yang menghambat perkembangannya.
Tantrum atau kemarahan yang sering dibiasakan akan berdampak buruk bagi kesehatan mental anak. Akibatnya, anak sulit untuk mengontrol emosinya karena menganggap kemarahan adalah hal yang biasa.
Emosi ini juga menguasai Burung Maleo dalam drama audio siniar Dongeng Pilihan Orangtua episode “Dongeng Si Maleo yang Sudah Tidak Pemarah” di Spotify. Ia bahkan sampai dijauhi teman-temannya karena sifat pemarahnya.
Salah satu pemicu umum kondisi ini adalah rasa frustrasi. Ketika seorang anak tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan atau diminta untuk melakukan sesuatu secara paksa, kemarahan ini akan sangat mungkin terjadi.
Masalah kemarahan juga sering menyertai kondisi kesehatan mental lainnya. Kasus yang perlu penanganan profesional adalah ADHD, autisme, gangguan obsesif-kompulsif, dan sindrom Tourette. Dalam kasus tersebut, genetika dan faktor biologis lainnya dianggap berperan dalam menunjukkan sifat pemarah pada anak.
Baca juga: Cara Mengajarkan Anak Pola Makan Sehat Tanpa Food Shaming
Selain itu, lingkungan juga merupakan kontributor. Trauma, disfungsi keluarga, dan gaya pengasuhan tertentu (seperti hukuman yang keras dan tidak konsisten) juga membuat anak lebih mungkin menunjukkan kemarahannya.
Anak merasa tidak nyaman. Akan tetapi, ia tidak tahu bagaimana harus bersikap karena tidak adanya contoh baik. Pada tahap ini, orangtualah yang harus berusaha memberi pemahaman pada mereka untuk mengatasi emosinya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.