Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/04/2022, 16:25 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) akhirnya disetujui menjadi UU oleh DPR dalam Sidang Paripurna yang digelar Selasa (12/4/2022).

Disahkannya UU tersebut menjadi jawaban bagi para pihak yang selama ini memperjuangkan keadilan bagi para korban dan pencegahan kekerasan seksual di Indonesia.

RUU TPKS yang sebelumnya bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sebenarnya sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan sejak tahun 2012 yang lalu.

Akan tetapi, DPR baru memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2016 alias empat tahun setelah RUU PKS diwacanakan.

Walau sudah digodok berulang kali, pembahasan RUU TPKS selalu berujung dengan "drama" hingga membutuhkan waktu enam tahun sebelum disetujui.

Satu-satunya fraksi yang menolak pembahasan tingkat lanjut RUU TPKS sebelum diundang-undangkan hanyalah PKS.

Padahal, delapan dari sembilan fraksi di DPR menyetujui supaya RUU TPKS segera disahkan.

Total terdapat delapan Bab dan 93 Pasal dalam UU tersebut, dengan sembilan poin yang mengatur jenis tindak kekerasan seksual seperti tertulis di Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, yakni:

1. Pelecehan seksual nonfisik

2. Pelecehan seksual fisik

3. Pemaksaan kontrasepsi

4. Pemaksaan sterilisasi

5. Pemaksaan perkawinan

6. Penyiksaan seksual

7. Eksploitasi seksual

8. Perbudakan seksual

9. Kekerasan seksual berbasis elektronik.

Mari kawal UU TPKS

Walau sudah disetujui DPR, UU TPKS masih perlu dikawal supaya implementasinya sesuai dengan yang dicita-citakan.

Yaitu terciptanya ruang aman tanpa ancaman dan kekerasan seksual fisik maupun nonfisik di masyarakat.

Berbagai pihak secara lantang mengungkapkan komitmennya untuk terus mengawal UU TPKS.

Salah satunya dikatakan oleh Suzy Hutomo, Owner and Chairperson The Body Shop Indonesia yang mengapresiasi disahkannya UU TPKS.

“Disahkannya RUU TPKS menjadi Undang-Undang menjadi berita luar biasa bagi kami. Tapi perjuangan belum berakhir. Mari terus kawal implementasi UU TPKS agar sesuai dengan tujuannya, yaitu berpihak pada korban dan memenuhi hak atas penanganan, perlindungan dan juga pemulihan,” jelas Suzy

Hal yang sama diungkapkan Founder and Director Makassar International Writers Festival (MIWF), Lily Yulianti Farid.

"Meskipun sudah sah, kami juga masih terus melanjutkan berbagai upaya edukatif dan preventif," kata Lily dalam keterangan resminya yang diterima Kompas.com.

"Seperti perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual. Salah satunya adalah melalui edukasi, termasuk tindakan pencegahan dan penanganan di dalamnya,” tambahnya.

Hal senada disampaikan oleh Yayasan Pulih yang selama ini sudah memperjuangkan pencegahan kekerasan seksual di Indonesia bersama para mitranya.

Wawan Suwandi selaku Public Relations Yayasan Pulih mengapresiasi disetujuinya RUU TPKS menjadi UU sembari menyatakan komitmennya untuk terus mengawal UU ini.

"Kami berharap progresnya tidak hanya berhenti pada disahkan menjadi UU TPKS, tetapi dalam proses penerapan, substansinya benar-benar berpihak pada korban," ujar Wawan.

"Jadi, mari kita kawal terus proses pelaksanaan UU TPKS untuk korban," tandasnya.

Ia menyampaikan, Yayasan Pulih akan terus berpihak kepada para penyintas kekerasan seksual. Salah satu caranya adalah membuka layanan konsultasi psikologi.

Selain itu, yayasan tersebut juga akan melakukan upaya preventif dengan memberikan psikoedukasi melalui konten-konten di media sosial.

Yayasan Pulih di sisi lain membuka kelas penguatan kapasitas untuk menangani kasus kekerasan seksual dan memberi dukungan psikologis awal bagi penyintas kekerasan seksual.

UU TPKS bentuk semangat kemanusiaan

Disetujuinya RUU TPKS menjadi UU juga mendapat respons positif dari Editor-in-Chief Magdalene.co, Devi Asmarani.

Ia mengatakan, berhasilnya RUU TPKS diundang-undangkan merupakan buah dari perjuangan bersama dari berbagai kelompok dan komunitas.

"Perjuangan yang cukup panjang akhirnya menemui titik terang," ungkap Devi.

"Terima kasih untuk teman-teman, para aktivis perempuan, dan semua pihak yang tidak lelah berjuang bertahun-tahun sampai RUU TPKS bisa disahkan," lanjutnya.

Devi menerangkan, Magdalene terus bertekad memberi edukasi ke mahasiswa, komunitas, maupun lingkungan perkantoran tentang pentingnya pencegahan kekerasan seksual.

Di samping itu, pihaknya juga tetap mengedukasi publik melalui berbagai platform digital yang dimiliki Magdalene.

“Ini bukan akhir, tapi jadi awal yang harus terus kita sama-sama kawal pengaplikasiannya," ujarnya.

"Semoga dengan adanya UU TPKS, penanganan kasus yang berpihak pada korban bisa terwujud. Mari bersama-sama membangun ruang aman yang kita impikan,” tutur Devi.

Sementara, anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah menyebut UU TPKS memiliki basis spirit dan kemanusiaan yang luar biasa.

Politikus PKB tersebut menuturkan bahwa belum ada UU dengan spirit kemanusiaan sebesar UU TPKS. Oleh sebab itu, ia menilai UU ini memang patut diperjuangkan.

“Apresiasi besar bagi semua kalangan yang mendukung RUU TPKS sampai sah," kata Luluk.

"Kami melakukan banyak kolaborasi. Masyarakat sipil, public figure, media, ditambah pihak swasta, seperti The Body Shop, dengan kampanye kolaboratifnya."

"Mereka adalah kekuatan dalam perjuangan tersebut. Ini pembelajaran besar dari pengawalan RUU TPKS. Dan khusus RUU ini, kolaborasi tiga pilar DPR RI, Pemerintah, dan Masyarakat Sipil terjalin apik dan terbaik," pungkas Luluk.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com