Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Drs. I Ketut  Suweca, M.Si
PNS dan Dosen Ilmu Komunikasi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Pencinta dunia literasi

Manusia Butuh Didengar dan Perlu Mendengar

Kompas.com - 13/06/2022, 09:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKALI waktu saya mengikuti sebuah acara diskusi di televisi nasional. Terkadang saya menyaksikan diskusi berlangsung demikian sengit, bahkan panas antara dua pihak yang berseberangan pendapat.

Ketika yang satu belum usai berbicara, yang lain juga segera menimpali, demikian juga sebaliknya, terus dan terus.

Sang pembaca acara tampak kebingungan bagaimana menghentikan perang urat leher di antara keduanya. Dan…, iklan pun muncul.

Apakah itu tontonan yang apik? Terserah Anda menilainya. Tetapi, sependek pengetahuan penulis, komunikasi atau percakapan yang baik adalah yang saling menghargai pendapat satu dengan yang lain.

Tidak mengandalkan kuat-kuatan urat leher apalagi sampai menyerang aspek pribadi lawan bicara secara verbal.

Penulis sebagai masyarakat biasa yang kebetulan menonton hal seperti ini beberapa kali, hanya bisa geleng-geleng kepala.

Mereka hanya mau didengar, tak mau berhenti untuk mendengar walau hanya sebentar saja. Dalam hati -- hanya dalam hati penulis bertanya, seperti itukah komunikasi yang baik? Di mana etika dan sikap saling menghargai disembunyikan?

Manusia butuh didengar

Setiap orang, saya kira, butuh didengar. Ia butuh orang lain tempatnya mencurahkan pemikiran atau isi hatinya. Dengan demikian, dia merasa beban pikirannya menjadi lebih ringan, lebih plong.

Karena manusia butuh didengar, maka ia akan berupaya menemukan seseorang yang bisa mendengar kata-katanya yang berisi banyak hal.

Mungkin berupa keluh-kesah, kesedihan, kebahagiaan, dan apa pun yang sangat ingin disampaikannya kepada orang yang bersedia mendengarkannya.

Pernahkah Anda menyaksikan betapa senangnya hati seseorang ketika Anda bersedia mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Raut mukanya menjadi cerah sebagai pertanda beban batinnya mulai berkurang?

Dengan demikian, Anda sudah berkontribusi bagi pengurangan beban pikiran orang tersebut kendati Anda tidak memberikan solusi atau saran.

Dengan mendengarkan sungguh-sungguh saja, sudah lebih dari cukup. Bantuan berupa saran atau solusi hanya diperlukan jika diminta.

Manusia perlu mendengar

Tidak hanya butuh didengar, manusia pun perlu mendengar. Mengapa butuh mendengar? Karena dengan mendengar, manusia bisa mengetahui berbagai hal yang terjadi di luar dirinya, di luar jangkauannya.

Manusia yang bersedia mendengar akan bertambah pengetahuan atau informasi yang diperolehnya. Mendengar adalah bagian dari proses dan cara belajar.

Seperti dikatakan orang bijak, setiap orang adalah guru. Jadi, mendengar adalah cara untuk belajar dari orang lain.

Mereka laksana guru yang mengajarkankan kepada kita tentang sesuatu hal, kendati tetap harus disaring.

Selain itu, dengan kesediaan mendengar -- secara tidak langsung, kita sudah membangun tali persahabatan dengan orang lain.

Oleh karena itu, menjadi pendengar yang baik adalah jurus ampuh membangun dan membina persahabatan.

Bukan melulu pada kepandaian berbicara, melainkan pada kesediaan mendengar dengan sungguh-sungguhlah, persahabatan dan persaudaraan bisa dibangun dan dirawat.

Sikap rendah hati

Untuk bisa mendengar dengan tulus, perlu kerendahan hati. Sikap rendah hati tercermin dari kesungguhan dalam mendengar.

Kesungguhan yang terwujud ke dalam bentuk antusiasme, ekspresi, pandangan mata, dan gesture yang natural, tidak dibuat-buat.

Orang-orang yang merasa dirinya lebih pandai atau lebih tahu tentang semua hal yang dibicarakan dan kurang mengontrol diri cenderung bersikap mendebat.

Ketika sedang mendengar, di dalam pikirannya sudah tersedia bantahan atau respons yang siap diledakkan, bahkan sebelum lawan selesai berbicara. Jika begini, persahabatan dijamin tidak akan bisa dibangun.

Persahabatan tidak bisa dibangun dengan pondasi kesombongan diri. Tidak bisa dirawat dengan keangkuhan. Mesti ada kerendahan hati dengan memiliki kesediaan menjadi pendengar secara tulus.

Lalu, bagaimana? Manusia memang butuh didengar dan mendengar. Maka, mari menjadi pendengar yang baik dengan bermodalkan kerendahan hati.

Mendengar dan didengar adalah dua kebutuhan penting dalam pergaulan antarmanusia. Bersyukurlah Anda yang sudah memiliki keduanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com