Kala itu, yokai diperlakukan layaknya makhluk hidup, dan sering dikategorikan bersama tumbuhan dan hewan di ensiklopedia dan buku-buku pada zaman tersebut.
Namun dimasukkannya yokai ke dalam katalog menghilangkan sisi misterius yokai, dan menyebabkan rasa takut manusia pada makhluk mitologi tersebut berkurang.
Karena digambarkan lebih rendah dari manusia, "kasta" yokai menurun menjadi fenomena yang dapat dikendalikan.
Kagawa Masanobu, folklorist yang berfokus pada yokai dan mainan tradisional Jepang menyebut fenomena ini "Revolusi Yokai Edo".
Pada 1776, seniman bernama Toriyama Sekien menerbitkan ensiklopedia yokai yang berjudul Gazu hyakki yagyo.
Ensiklopedia itu melambangkan perubahan dramatis dalam cara masyarakat memandang yokai.
Yokai, yang sejarahnya dipahami sebagai fenomena yang tidak dapat dijelaskan, berubah seiring kemunculan ensiklopedia buatan Sekien.
Memasuki era modern, yokai diilustrasikan dengan penampilan yang khas, dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan.
Selain serial manga Gegege no Kitaro, yokai juga digambarkan dalam berbagai karya seperti video game berjudul Yokai Watch dan manga Kimetsu no Yaiba (bahasa Jepang untuk Demon Slayer).
Adapun manga Yuragi-sou no Yuuna-san, menceritakan kehidupan pemuda bernama Fuyuzora Kogarashi yang menjadi gelandangan akibat sering terlibat dalam kasus supranatural sejak kecil.
Bahkan beberapa waktu lalu, Jepang memunculkan kembali yokai bernama Amabie (makhluk mirip duyung dengan rambut panjang begelombang) sebagai maskot pembawa harapan agar pandemi Covid-19 segera berakhir.
Itu membuktikan, kepercayaan masyarakat Jepang terhadap yokai masih bertahan sampai hari ini.
Bagi yang tertarik menggali asal-usul yokai lebih jauh, kamu bisa berkunjung ke Bentara Budaya.