Oleh: DR.dr. Tan Shot Yen, M.hum
Sudah lama saya memperkirakan isu minuman manis bakal meledak – yang didahului dengan saling sahut dan saling tampar berbahasa kasar di media sosial pun berlanjut.
Sensasi somasi menambah ricuh dan gaduh. Betapa mengerikannya. Padahal, ini semua dimulai dari ranah literasi dan edukasi, yang apabila sejak usia dini telah diperkenalkan, begitu anak masuk sekolah diajari bedanya konsumsi demi kebutuhan atau kecanduan, semua akan beres.
Tak ada satu merek jadi korban penjulidan. Sebab, semua produsen akan bebenah diri apabila produknya kian tidak laku, karena komposisinya kacau dan rakyat melek label.
Baca juga: Apa Itu Stunting, Ciri Stunting, dan Dampaknya pada Pertumbuhan Anak
Perlu disayangkan, edukasi sepotong-sepotong yang membuat publik semakin bingung.
Sementara akar permasalahan sesungguhnya tidak pernah disinggung. Kita mulai dengan masalah stunting sebagai contoh.
Sejak awal, stunting diberi label ‘tubuh kerdil’. Pendek. Pengenalan istilah yang amat salah, sehingga semua anak pendek diberi stigma stunting.
Pernah ada kelompok ibu-ibu yang ngamuk, karena anak mereka diukur (pun dengan meteran kain) dan ujug-ujug diberi tanda: stunting.
Padahal, stunting berkaitan dengan masalah gangguan gizi, yang mestinya tercatat dalam riwayat gizi ibu sejak hamil hingga anaknya berusia dua tahun. Yang biasanya saya uraikan sebagai ‘lima pintu menuju stunting’.
Pintu pertama. Ibu hamil dengan anemia, lingkar lengan atas di bawah 23.5cm, bermasalah dengan kekurangan energi kronik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.