KOMPAS.com - Sebagian orang bertahan pada hubungan yang diwarnai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena merasa pasangannya akan berubah.
Misalnya setelah dilaporkan ke kepolisian, seperti Lesti Kejora dan Rizky Billar, atau dimediasi oleh pihak terdekat.
Sering kali, muncul perasaan jika hubungan tersebut bisa diselamatkan setelah pelaku KDRT introspeksi diri dan korbannya memaafkan perilaku tersebut.
Baca juga: Apakah Pelaku KDRT Layak Dimaafkan?
Dalam hal ini, Psikolog Lucia Peppy Novianti, M. Psi. menilai pertimbangannya tidak semudah itu.
"Hubungan akan mampu diselamatkan HANYA BILA ada intervensi perubahan perilaku terutama pada pelaku dan juga diikuti pada korban," tegasnya, dalam pesan tertulis kepada Kompas.com, kemarin.
Butuh rekomitmen dan latihan perubahan perilaku untuk memastikan kekerasan tersebut bukan menjadi kebiasaan pelaku.
Riset membuktikan, pelaku KDRT yang berulang kali akan masuk pada siklus kekerasan yang kebutuhan terapinya makin tinggi.
Lucia menjelaskan, tindakan KDRT dari pelaku, dilihat dari konteks ilmu perilaku manusia, berarti sudah ada proses pikir atau rasa maupun emosi yang sudah berlangsung sehingga muncul perilaku tersebut.
Hal ini berlaku pula jika kekerasan domestik itu dilakukan dengan dalih khilaf atau ketidaksengajaan.
Ada proses perilaku yang sudah berlangsung yang kemudian akan menjadi ingatan manusia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.