Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Maharani Kusumaningrum
Psikolog

Seorang psikolog klinis dewasa, dosen, dan trainer public speaking yang memiliki imajinasi tinggi, hobi traveling, menyanyi dan menonton konser. Menggunakan waktu luangnya untuk berolahraga yoga dan tertarik pada topik self healing serta motivasional. Motto hidupnya adalah "Teruslah eksis untuk menebar insight dan kebermanfaatan pada banyak orang"

Menikmati Hidup dengan "Flow State"

Kompas.com - 14/10/2022, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONDISI pascapandemi Covid-19 atau kini yang telah berubah istilah menjadi endemik, ternyata membawa cukup banyak dampak dalam kehidupan masyarakat.

Mulai dari kondisi ekonomi yang dikeluhkan tidak bisa pulih seperti sedia kala, penyesuaian kembali anak-anak yang mulai bersekolah secara luring, dan para pekerja yang mengalami burnout alias stres kerja akibat tuntutan yang berlebihan.

Nampaknya informasi yang acap kali hadir di sekitar kita justru malah semakin menambah stres, ya?

Saat pandemi, banyak orang berkhayal bahwa situasi akan kembali normal seperti sedia kala, namun ternyata tidak semudah itu.

Nampaknya situasi endemik menuntut kita untuk melakukan penyesuaian diri secara ekstra, lahir dan bathin.

Dalam situasi endemik yang penuh tekanan dan menuntut banyak penyesuaian, saya ingin bertanya, pernahkah Anda merasa waktu 24 jam dalam sehari serasa tidak cukup?

Rasanya seperti setiap saat terkejar-kejar? Bahkan sekadar untuk istirahat atau ‘Me Time’ sendiri seperti tidak ada waktu?

Kabar baiknya adalah, Anda tidak sendirian, karena banyak dari kita yang mengalaminya. Saking tingginya tingkat stres yang muncul akhir-akhir ini, muncul istilah “Hustle Culture” hingga “Toxic Productivity”, fenomena kerja gila-gilaan dalam mencapai kesuksesan hingga melupakan kesehatan fisik, kesehatan mental hingga kebutuhan sehari-hari.

Banyaknya label motivasi seperti “work hard until you die”, “kesuksesan hanya datang pada mereka yang terus mengejarnya”, nampaknya telah memengaruhi pola pikir generasi muda saat ini hingga melupakan hal-hal lainnya.

Nah, bicara mengenai waktu 24 jam yang kurang dalam sehari, hingga kondisi mental yang tertekan karena banyaknya kejaran deadline dan tugas, nampaknya juga telah memunculkan istilah baru “burnout”, yaitu kondisi kelelahan parah dan kehabisan energi akibat rutinitas.

Apalagi bagi mereka yang memiliki beberapa peran sekaligus dalam hidupnya, sebagai seorang istri, seorang ibu, seorang pejabat, seorang pekerja, masih dituntut untuk berorganisasi, aktif di tempat ibadah, dsb. Tentu menimbulkan stres dan kelelahan tersendiri bukan?

Tapi marilah kita berpikir sejenak, betulkah segala label, status dan kesibukan tersebut kita jalani dan kejar demi kebaikan dan kepentingan banyak umat manusia?

Atau hanya karena kita merasa ‘insecure’ sehingga membutuhkan banyak peran dan pencapaian sekaligus untuk mendapatkan pengakuan? Nah lho.

Mari kita tengok ke dalam diri masing-masing. Sejatinya setiap insan manusia memiliki perasaan ‘insecure’ tersebut dan melakukan berbagai macam cara untuk mencapai kehidupan yang lebih ‘superior’ atau ‘powerful’.

Hal ini wajar saja mengingat kita manusia biasa yang dianugerahi Sang Pencipta berbagai macam talenta untuk kebermanfaatan diri sendiri dan orang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com