Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Intensi Membeli Pakaian Bekas Pakai

Kompas.com - 24/03/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

SIAPAKAH konsumen pembeli baju fesyen bekas pakai? Tidak banyak penelitian akademis yang mengungkap karakteristik konsumen khusus ini.

Di balik maraknya bisnis baju fesyen bekas pakai tentu tidak lepas dari perkembangan industri fesyen dunia.

Sebagaimana dilansir Fashion United (2020) pasar pakaian global bernilai sekitar 3 triliun dollar AS dan diperkirakan akan tumbuh menjadi salah satu industri terbesar di dunia.

Dunia fesyen dikenal sangat dinamis dan cepat berubah. Apa yang menjadi gaya hari ini bisa dengan cepat menjadi gaya kemarin. Konsumen mengubah gaya dengan membeli fesyen terbaru. Industri fesyen terus berproduksi seolah berpacu dengan waktu.

Sebelum pandemi Covid-19, produksi sandang diperkirakan meningkat 100 persen sejak tahun 2000 dan menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun (Jones dan Yu, 2021).

Sebuah laporan menunjukkan bahwa terdapat 500.000 ton serat mikro dibuang ke laut dari aktivitas pencucian pakaian (McFall-Johnsen, 2019).

Produksi celana jeans membutuhkan satu kilogram kapas, dan produksi satu kilogram kapas membutuhkan sekitar 10.000 liter air, yang setara dengan sepuluh tahun air minum seseorang (Jones dan Yu, 2021).

Selain pencemaran limbah, industri fesyen juga dianggap bertanggung jawab atas sekitar 10 persen emisi karbon global (Ro, 2020), dan diperkirakan emisi akan meningkat sebesar 60 persen pada 2030, menyebabkan polusi udara yang serius.

Misalnya, kain yang paling umum digunakan untuk pakaian adalah polimer sintetik poliester, dan produksi serat poliester menyebabkan pencemaran udara yang tidak ringan (Ro, 2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com