Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menunda Perkawinan adalah Jalan Terbaik

Kompas.com - 06/07/2023, 15:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rasji dan Gunardi*

PERKAWINAN adalah peristiwa penting dalam kehidupan manusia Indonesia. Perkawinan merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan batin manusia secara sah, dalam ikatan suci antara seorang pria dengan seorang wanita.

Melalui perkawinan, setiap pasangan membentuk keluarga, untuk memenuhi kebutuhan lahir dan meneruskan keturunannya.

Negara memfasilitasi perkawinan sebagai cara yang wajib ditempuh oleh setiap warga negara Indonesia yang ingin hidup bersama secara sah dengan pasangan lawan jenisnya.

Indonesia telah mengatur perkawinan secara hukum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

UU Perkawinan mengamanatkan tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia. Negara menghendaki agar perkawinan berlangsung untuk selamanya dan mampu menciptakan keluarga (rumah tangga) yang bahagia.

Karena itu perkawinan harus dipersiapkan oleh calon pasangan kawin secara lahir dan batin. Perkawinan perlu dipahami bukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan batin secara biologis kepada lawan jenis kelaminnya, tetapi merupakan wadah keluarga membangun kemahagiaan dan meneruskan keturunan.

Keutuhan perkawinan perlu dijaga, kehidupan rumah tangga perlu dipupuk dengan cinta kasih, dan semua kemampuan pikir, fisik, dan psikis diperuntukan menjaga keutuhan rumah tangga dan untuk membangun kemahagiaan keluarga.

Salah satu bekal penting untuk kawin adalah kemampuan fisik dan psikis calon pasangan kawin.

Kemampuan fisik akan mendukung pasangan nikah untuk mengatasi semua kebutuhan lahiriah, sedangkan kemampuan psikis akan mampu mengatasi semua kebutuhan batiniah.

UU Nomor 1 Tahun 1974 menganalogikan kemampuan fisik dan psikis dengan batas usia minimal kawin, yaitu minimal berusia 16 tahun bagi seorang wanita dan minimal berusia 19 tahun bagi seorang pria.

Pada umumnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan batas usia minimal kawin tersebut, meskipun dalam praktik masih banyak terjadi pasangan kawin yang belum memenuhi syarat batas usia minimal kawin.

Realitasnya, banyak pasangan kawin yang tidak mampu menciptakan keluarga kekal dan bahagia, karena berakhir dengan perceraian.

Pasangan kawin tidak mempu mengatasi berbagai permasalahan rumah tangga, baik masalah ekonomi, masalah sosial, maupun masalah kebahagiaan batin.

Batas usia minimal kawin seorang wanita dipermasalahkan karena dianggap penyebab kegagalan rumah tangga.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak, orang yang belum berusia 18 tahun masih disebut sebagai anak, sehingga perkawinan seorang wanita berusia 16 tahun atau perkawinan seorang pria dan wanita belum berusia 18 tahun disebut perkawinan anak (perkawinan dini).

Perkawinan demikian sangat rentan dengan timbulnya banyak permasalahan dalam perkawinan. Seorang anak belum mampu memahami makna perkawinan, belum memiliki kematangan fisik dan psikis, dan belum mampu mengatasi berbagai permasalahan perkawinan.

Untuk mencegah keagagalan perkawinan dan melindungi anak, pemerintah telah mengubah batas usia minimal kawin bagi seorang wanita menjadi sama dengan batas usia minimal kawin bagi seorang pria, yaitu 19 tahun melalui UU No. 16 Tahun 2019 yang diberlakukan sejak tahun 2019.

UU No. 16 Tahun 2019 tidak menentukan batas usia minimal 19 tahun sebagai ketentuan memaksa. UU itu masih memberikan dispensasi bagi pasangan calon kawin yang belum mencapai batas usia minimal tersebut, apabila terdapat alasan mendesak.

Ketentuan ini menjadi peluang disalahgunakan oleh masyarakat yang belum berusia 19 tahun untuk tetap melangsungkan perkawinan anak (dini).

Databoks tanggal 8 Maret 2022 mencatat dispensasi kawin tahun 2019 sebanyak 23.126, tahun 2020 sebanyak 64.211, tahun 2021 sebanyak 59.709, dan tahun 2022 sebanyak 50.673.

Contoh lain, pemberitaan Kompas.com pada 17 Januari 2023, ada 572 anak di Kabupaten Indramayu yang mengajukan dispensasi kawin kepada pengadilan agama setempat. Pengadilan agama kemudian mengabulkan sebanyak 564 permohonan dan 8 permohonan ditolak.

Data tersebut memperlihatnya banyak anak yang menyalahgunakan aturan dispensasi kawin untuk bisa melaksanakan perkawinannya dengan alasan mendesak.

Alasan mendesak yang dipertimbangan hakim pengadilan agama adalah wanita calon pasangannya telah hamil duluan. Pasangan tersebut sudah melakukan hubungan seperti suami-istri (zina).

Alasan lain, pasangan tersebut sudah saling mencintai yang dikhawatirkan akan terjadi perzinaan. Dampaknya, banyak terjadi perkawinan anak (dini).

Dispensasi kawin merupakan solusi bagi keadaan mendesak, namun di sisi lain masih menjadi peluang terjadinya perkawinan anak.

Selanjutnya, perkawinan tersebut rentan terjadi perceraian. Pasangan yang terpaksa dikawinkan tersebut belum memiliki kematangan fisik dan psikis untuk menjalankan kehidupan rumah tangga dan mengatasi permasalahan rumah tangganya.

Dispensasi kawin masih menimbulkan permasalahan bagi upaya pencegahan perkawinan anak.

Permasalahan yang perlu diatasi adalah bagaimana pembinaan perilaku para remaja agar mampu mengendalikan diri dari pergaulan bebas dan tidak memanfaatkan dispensasi kawin untuk tetap melaksanakan perkawinan anak.

Anak remaja (belum berusia 19 tahun) masih berada pada fase pengenalan dirinya. Kehidupanya selalu mencari tahu siapa dirinya, kemampuan apa yang dimiliki dirinya, memperkenalkan dirinya kepada orang lain, ingin mencoba yang diinginkannya, dan tidak mampu mempertanggung jawabkan risiko yang terjadi.

Apa yang dilakukannya masih berorientasi pada kebutuhannya sendiri dan belum berorientasi kemanfaatan bagi orang lain.

Apa yang diinginkan, itulah yang dilakukannya. Ketika sudah tidak menginginkan lagi, tanpa berpikir dampaknya, anak akan menginggalkannya begitu saja.

Hal ini memengaruhi sikap dan perilaku anak terhadap kebutuhan seksual yang belum stabil, hanya sekadar mencoba dan mencari tahu, dan tidak peduli terhadap akibat yang ditimbulkannya.

Akibatnya, tanpa berpikir matang, anak-anak mudah terjerumus pada pergaulan bebas, yang berdampak pada kehamilan remaja wanita sebelum kawin.

Ketika terjadi musibah kehamilan atau sudah terlanjur terjadi hubungan suami istri, dan mendapatkan dispensasi kawin, kemudian terpaksa dikawinkan, maka perkawinannya kemungkinan tidak bertahan lama. Berbagai permasalahan yang timbul tidak dapat diatasi, maka terjadilah perceraian.

Seorang pria berubah status menjadi duda dan wanita menjadi janda. Status tersebut menempatkan keduanya pada derajat sosial yang kurang baik, yang berdampak pada kehidupannya yang tidak nyaman dan tidak bahagia.

Remaja di atas memerlukan pengetahuan dan bimbingan pihak lain bagi kehidupannya. Dalam hal ini, perlu ada pihak lain yang masuk ke dalam pikiran para remaja, membina emosionalnya, dan membimbing perilakunya agar memiliki pengetahuan yang baik tentang kebutuhan seksual, perkawinan, tujuan perkawinan, dan kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Upaya di atas dapat dilakukan oleh berbagai komponen, baik pemerintah, masyarakat, maupun pihak keluarga.

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga unsur pemerintahan terendah perlu membuat dan terus melaksanakan program pembinaan dan bimbingan perkawinan kepada seluruh masyarakat, terutama kalangan remaja.

Demikian juga berbagai organisasi kemasyarakatan terkait, warga masyarakat, dan pihak keluarga perlu membantu pemerintah dalam melakukan pembinaan dan bimbingan tersebut.

Perguruan tinggi yang merupakan bagian dari komponen bangsa dan memiliki sumber daya manusia ahli perlu turut membantu pemerintah dalam melakukan pembinaan dan bimbingan perkawinan kepada para remaja.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, antara lain penelitian, pengabdian kepada masyarakat, bakti sosial, atau kegiatan dalam bentuk lain untuk memberikan pemahaman dan membangun motivasi para remaja bahwa perkawinan hanya untuk membangun kehidupan yang bahagia.

Para remaja perlu dibangun kesadaran hukumnya, kemampuan fisiknya, kemampuan psikisnya, dan pengendalian perilakunya agar tidak melakukan perkawinan hanya untuk memenuhi nafsu seksualnya.

Sasaran yang tepat bagi perguruan tinggi dalam membina dan membimbing perkawinan adalah para anak remaja sekolah dan kelompok remaja lainnya.

Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak sekolah. Bahkan materi pembinaan dan pembimbingan perkawinan dapat dimasukan ke dalam kurikulum sekolah yang wajib diikuti dan dipelajari oleh para siswa.

Pembinaan dan pembimbingan perkawinan perlu terprogram, terjadwal, dan terlaksana secara rutin, agar dapat mempertebal pemahaman yang baik tentang berbagai aspek perkawinan.

Selain itu, meningkatkan motivasi baik perkawinan dan meningkatkan kemampuan para remaja untuk mengendalikan dirinya dalam mempersiapkan dan melaksanakan perkawinan sesuai dengan batas usia minimal perkawinan.

Target utama program pembinaan dan bimbingan perkawinan kepada para anak remaja adalah mampu menunda perkawinannya sampai minimal berusia 19 tahun dan tidak melakukan hubungan seksual tanpa melalui perkawinan.

Para remaja dibina agar fokus pada kegiatan belajar di sekolah dan giat mencapai cita-citanya. Selain itu, para remaja berlu dibangun cara pandangnya tentang sekolah yang bukan merupakan tempat untuk menunggu waktu perkawinan.

Permahaman dan motivasi remaja tentang sekolah sebagai tempat untuk membekali diri pengetahuan dan keahlian guna mencapai cita-citanya, yang bermanfaat bagi kebahagiaan kehidupannya pada masa depan.

Menunda perkawinan hingga mencapai batas usia minimal 19 tahun adalah cara terbaik bagi para remaja yang ingin kawin, namun belum memiliki kesiapan lahir dan batin.

Usia 19 tahun sudah bukan lagi kategori anak, telah memiliki kemampuan fisik dan psikis yang baik, dan telah lebih siap untuk melakukan perkawinan.

Pemikirannya juga sudah mulai dewasa, sehingga mampu mempertimbangkan hal-hal yang baik dan buruk bagi keluarga. Sudah mulai berpikir tentang manfaat perkawinan untuk membentuk keluarga kekal dan bahagia, serta sudah memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan perkawinan.

Pada sisi lain, menunda waktu perkawinan adalah untuk menjaga dan melindungi hak anak, hak asasi manusia, mencegah atau menghindari perkawinan anak, serta menghindari terjadinya kawin cerai.

Penundaan perkawinan dapat memperkuat ketahanan keluarga, masyarakat, dan Bangsa Indonesia.

Perkawinan yang dilakukan oleh orang dewasa akan membuat keluarga utuh, baik, dan bahagia. Keluarga yang utuh dan baik akan membentuk masyarakat yang utuh dan baik pula.

Masyarakat yang utuh dan baik akan membentuk Bangsa Indonesia yang utuh dan baik. Pada akhirnya penundaan perkawinan dapat menciptakan kebahagiaan pasangan keluarga, kebahagian masyarakat, dan kebahagiaan Bangsa Indonesia.

Ini menjadi fondasi bagi ketahanan Bangsa Indonesia menghadapi berbagai ancaman dan gangguan kehidupan keluarga dan kehidupan Bangsa Indonesia.

*Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com