Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset Ungkap, Kehadiran Cucu Bikin Menantu dan Ibu Mertua Tidak Akur

Kompas.com, 15 Agustus 2023, 09:48 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

Sumber Fatherly

KOMPAS.com - Perempuan cenderung tidak akur dengan ibu mertuanya setelah memiliki anak.

Hal ini bukan sekadar fenomena belaka tapi juga sudah dibuktikan secara ilmiah lewat riset di Finlandia.

Berdasarkan penelitian terhadap 1.200 pasangan ini, kita bahkan lebih mungkin mengalami pertengkaran dengan ibu mertua jika mereka secara rutin mengasuh cucunya.

Baca juga: 8 Bahan Obrolan dengan Ibu Mertua agar Hubungan Tambah Akrab

"Menantu perempuan lebih cenderung melaporkan konflik ketika ibu mertua mereka lebih sering mengasuh cucunya," kata rekan penulis studi Mirkka Danielsbacka, dikutip dari Fatherly.

“Ini menandakan bahwa meningkatnya konflik antar mertua terkait dengan pengasuhan cucu.”

Menandakan kedekatan hubungan menantu-ibu mertua

Dalam riset ini, Danielsbacka dan rekannya bertanya kepada 1.202 pria dan wanita Finlandia yang sudah menikah seberapa sering mereka bertengkar hebat dengan orangtua dan mertuanya.

Terbukti, orang Finlandia lebih sering bertengkar dengan orangtuanya sendiri daripada mertuanya sampai akhirnya memiliki anak.

Ketika dikaruniai buah hati, mereka akhirnya lebih banyak berkonflik dengan mertuanya termasuk perdebatan secara langsung.

Baca juga: Pahami 5 Hal Ini, Problem dengan Ibu Mertua Pasti Beres

Ilustrasi gejala bronkiolitis pada anak.iStockphoto/LSOphoto Ilustrasi gejala bronkiolitis pada anak.
Pertengkaran antara menantu perempuan dan ibu mertua bahkan lebih sering terjadi ketika kakek-nenek membantu membesarkan cucunya atau sering berkunjung.

“Kepentingan reproduktif bersama yang diciptakan melalui seorang cucu memberikan alasan baru bagi kakek-nenek untuk mempengaruhi dan ikut campur dalam kehidupan anggota keluarga lainnya, yang pada gilirannya dapat tercermin dalam kecenderungan konflik,” demikian kesimpulan riset tersebut.

Lonjakan konflik ini agaknya berkaitan dengan kecenderungan mertua yang lebih terlibat dalam kehidupan pasangan setelah memiliki cucu.

Baca juga: Ikatan Emosional antara Cucu dan Nenek dari Kacamata Ilmiah

Kehadiran mereka yang terlalu intens pada akhirnya mengubah hubungan baik mertua-menantu sebelumnya menjadi berkonflik.

“Konflik terkait dengan frekuensi kontak yang lebih tinggi,” tambah para penulis.

Di sisi lain, Danielsbacka mengatakan kita tidak bertengkar dengan mertua sampai benar-benar menganggapnya sebagai keluarga, yang ditandai dengan kelahiran cucunya.

Para psikolog evolusioner menyebutnya sebagai hukuman kekerabatan yang menyatakan jika kita sulit untuk membenci seseorang jika tidak merasakan hubungan tersebut.

Jadi mungkin saja konflik antara menantu perempuan dan ibu mertua sebenarnya tanda dari kedekatan hubungan, yang kali ini diwarnai dengan kehadiran cucu.

Baca juga: Ide Menjalin Keakraban dengan Ibu Mertua agar Jadi Menantu Kesayangan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau