KOMPAS.com - Status sebagai sandwich generation membayangi banyak anak muda di Indonesia.
Mereka harus menanggung beban finansial orangtua sekaligus anaknya sendiri sehingga kerap tergencet kebutuhan ekonomi.
Belum lagi tren gaya hidup masa kini yang sering kali membuat kondisi keuangan semakin kacau.
Baca juga: Sandwich Generation Rawan Stres dan Depresi, Ini Cara Menjaga Kesehatan Mentalnya...
Metta Anggriani, CFP, perencana keuangan profesional di Indonesia mengatakan fenomena sandwich generation memang butuh perencanaan dan penanganan yang matang.
Tujuannya tak hanya untuk memenuhi semua kebutuhan tapi juga memastikan rantai tersebut terputus.
"Sandwich generation harus menyiapkan diri termasuk untuk kebutuhan kesehatan agar tak jadi beban lagi di masa tuanya," terangnya dalam webinar "Biaya Medis Naik Terus, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?", Rabu (13/09/2023).
Untuk menghadapi kondisi tersebut, ia berbagi sejumlah saran keuangan yang bisa diaplikasikan yakni:
Pastikan untuk mengidentifikasi jumlah tanggungan dan kebutuhannya untuk saat ini maupun masa depan.
Hal ini berguna untuk memperhitungkan biaya-biaya yang mungkin dibutuhkan.
Baca juga: Nunung Biayai 50 Anggota Keluarga, Gambaran Beban Sandwich Generation
Sisihkan penghasilan untuk dijadikan dana darurat.
Metta menjelaskan, jumlahnya harus disesuaikan dengan besar tanggungan finansial kita.
"Semakin banyak tanggungan, semakin besar dana darurat yang harus disiapkan," katanya.
Pasalnya, ada semakin banyak risiko yang harus diantisipasi, dengan ragamnya masing-masing.
Baca juga: Terjebak dalam Sandwich Generation, dari Mana Akar Masalahnya?
Para generasi sandwich harus memiliki proteksi keuangan khususnya untuk diri sendiri.
"Bila terjadi risiko pada sandwich generation akan berdampak pada semua tanggungannya," ujar Metta.
Data dari Survei Mercer Marsh Benefits (MMB) 2021-2023 tentang Estimated Medical Trend Summary menyebutkan, terjadi inflasi medis di Indonesia selama tiga tahun terakhir.
Jumlahnya mencapai 3,6 persen pada tahun 2023, lebih tinggi dari proyeksi Asia di angka 11,5 persen.
Baca juga: 9 Cara Mencegah Obesitas yang Perlu Diketahui
Ditandai dengan semakin banyaknya kasus kesehatan maupun penyakit degeneratif di masyarakat dari kelompok usia yang masih muda sehingga harus dirawat di rumah sakit.
"Gaya hidup selama pandemi meningkatkan timbulnya penyakit obesitas dan metabolik, sekaligus membuat lebih banyak orang mencari pengobatan," terang Dokter Ariska dalam acara yang sama.
Ia menyarankan langkah preventif lewat praktik gaya hidup sehat sekaligus membenarkan angka biaya kesehatan yang semakin mahal.
“Prinsipnya adalah semakin muda, semakin baik karena ketika membeli asuransi kesehatan selagi sehat, premi yang dibayarkan pun akan lebih ringan,” lanjutnya.
Baca juga: Sudah Punya BPJS, Perlukah Memiliki Asuransi Kesehatan Lainnya?
Jika ingin membeli produk asuransi kesehatan, ia mengingatkan perlunya bersikap jujur dan rinci sejak awal untuk mencegah kendala saat melakukan klaim.
Pahami pula limit dan pengecualian dari produk asuransi kesehatan yang dimiliki karena tidak semuanya bisa menjamin semua penyakit.
"Memahami bahwa mengeluarkan uang untuk kenaikan biaya asuransi pada akhirnya akan membantu nasabah terhindar dari biaya yang lebih besar ketika terjadi risiko sakit," pungkas Himawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.