Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Krisis Eksistensial dan Bagaimana Mengatasinya?

Kompas.com, 12 Juli 2024, 17:22 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Perubahan hidup tertentu bisa sangat mengguncang hingga ke dalam jiwa, misalnya kematian orang yang dicintai atau harus pensiun sebelum waktunya. Hal ini kadang membuat kita merasa tidak berdaya. Ketika perasaan ini menguasai, kita mungkin mengalami krisis eksistensial. 

Tidak ada yang mudah atau menyenangkan dalam konflik batin seperti ini. Tapi ini adalah bagian penting dari menjadi manusia. Jika beruntung, melewati momen-momen yang tidak pasti ini akan membuat kita lebih kuat melanjutkan hidup.

Apa itu krisis eksistensial?

Krisis eksistensial adalah fase transisi yang dialami sebagian besar dari kita sepanjang hidup — biasanya ketika kita dihadapkan pada kenyataan bahwa pada akhirnya kita akan mati.

“Saat kita sedang menghadapi perubahan besar atau kehilangan besar, biasanya kita mulai bertanya tentang keberadaan saat ini,” jelas Psikolog Susan Albers, PsyD. “Kita melihat apa yang kita lakukan dan mengapa melakukannya. Dan mungkin memiliki perasaan ketidakpuasan yang mendalam terhadap keberadaan saat ini.”

Krisis eksistensial adalah respons emosional terhadap perubahan. Sebaliknya, ketakutan eksistensial menggambarkan perasaan cemas tentang masa depan yang kita alami selama krisis eksistensial.

Krisis eksistensial tidak sama dengan kecemasan dan depresi. Hal ini serupa karena orang sering kali mengalami perasaan serupa, namun krisis eksistensial biasanya memiliki pemicu.

“Biasanya ada titik balik atau momen kesadaran yang – dalam satu atau lain cara – terkait dengan kekhawatiran akan kematian,” jelas Dr. Albers. “Titik balik itu menyebabkan orang memikirkan dan mempertanyakan makna hidup mereka.”

“Ini seperti kita berlari di atas roda hamster setiap hari, hanya mencoba mengejar ketinggalan,” Dr. Albers mengilustrasikan. “Tapi kemudian, tiba-tiba, ada sesuatu yang menghentikan roda itu. Dan kita melambat hingga mulai bertanya-tanya, mengapa saya berada di roda ini?Mengapa saya terus melanjutkan?”

Pengalaman atau peristiwa yang memicu krisis eksistensial sering kali bersifat negatif, namun bisa juga bersifat positif. Berikut adalah beberapa contoh pemicu:

  • Kelahiran seorang anak.
  • Ulang tahun tengah baya.
  • Meninggalkan keluarga.
  • Diagnosa medis.
  • Pernikahan (atau perceraian).
  • Kematian atau kehilangan orang yang dicintai
  • Pindah ke kota baru.
  • Masa pensiun.
  • Peristiwa dunia, seperti perang atau pemilu.

Perubahan keadaan yang tiba-tiba, seperti mendapat promosi atau diberhentikan.

Baca juga: Pendampingan Orangtua Melewati Masa Krisis Remaja

Bagaimana menghadapi krisis eksistensial

“Kamu mungkin mengalami depresi, kecemasan, atau merasa tidak termotivasi saat menghaapi krisis ini,” kata Dr. Albers. “Kamu mungkin mulai menanyakan banyak pertanyaan, seperti mengapa berada dalam hubungan yang Anda jalani atau mengapa Abelum mencapai tujuan tertentu. Kamu mungkin merasa menyesal atas pilihan masa lalu, dan bahkan mungkin memiliki pikiran untuk bunuh diri.”

Tanda-tanda lain kamu berada dalam krisis eksistensial meliputi:

  • Memikirkan tentang kematian, kehidupan, makna atau tujuan lebih dari biasanya.
  • Penurunan harga diri atau peningkatan keraguan diri.
  • Kesulitan fokus pada apa yang terjadi saat ini.
  • Perasaan cemas atau putus asa tentang masa depan.
  • Perasaan terputus (dan terkadang, terisolasi) dari orang-orang di sekitar.
  • Perubahan tiba-tiba dalam rutinitas harian atau kurangnya minat pada aktivitas yang biasanya disukai.
  • Perasaan hampa, putus asa atau penyesalan.
  • Minat yang tidak biasa pada filsafat, spiritualitas, atau pengembangan diri.

Hidup dengan ketakutan eksistensial itu sulit, tidak diragukan lagi. Namun ada beberapa hal yang dapat kita lakukan – dan orang-orang yang dapat kamu hubungi – untuk mengatasi krisis eksistensial.

Sesuaikan sudut pandang 

“Yang paling penting adalah pola pikir dan cara pandang dalam melihat pengalaman ini,” Dr. Albers menegaskan. “Daripada menganggap situasi ini sebagai krisis atau sesuatu yang buruk, lihatlah ini sebagai peluang untuk melakukan perubahan yang akan menambah kebahagiaan.”

Tentu saja, tidak semua peristiwa mendatangkan sisi positifnya. Beberapa hal yang terjadi pada kita secara obyektif sangat buruk. Jika tidak ada hikmah yang bisa dilihat atau pelajaran yang bisa dipetik, tanyakan pada diri apa yang diperlukan untuk mengalihkan fokus dari situ.

Buatlah jurnal rasa syukur

Buatlah jurnal rasa syukur tentang hal-hal yang kamu syukuri yang menambah makna dalam hidup. Menurut Dr. Albers, daftar ini mungkin mengejutkan karena ada begitu banyak.

“Dengan menuliskan hal-hal yang kamu sukai dan anggap bermakna, kamu dapat mengetahui apa yang ingin diubah dan apa yang baik-baik saja.”

Terhubung dengan orang-orang

Krisis eksistensial bisa terjadi ketika kamu merasa terputus dari orang-orang dalam hidupmu. Membangun kembali koneksi dapat membantu kita merasa lebih membumi. Albers merekomendasikan untuk menghubungi teman dan keluarga serta berbicara dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa.

“Jika perasaan ini berlangsung lebih dari beberapa bulan, menyebabkan depresi yang tidak kunjung hilang, atau memicu perasaan ingin bunuh diri, hubungi terapis,” desaknya. “Memiliki seseorang untuk membantu mengatasi emosi ini adalah penting.”

Latih perhatian penuh atau mindfulness

Krisis eksistensial dapat membawa pikiran kita ke berbagai arah. Namun memusatkan diri pada momen saat ini dapat menenangkan pikiran yang berpacu.

Meditasi bukan kesukaanmu? Tidak apa-apa! Perhatian hadir dalam berbagai bentuk.

“Luangkan lebih banyak waktu untuk hal-hal yang membuat kamu merasa baik,” Dr. Albers mendorong. “Bawalah perhatian pada pengalaman ini dengan menikmatinya dengan segenap indra.”

Alihkan energi 

Krisis eksistensial cenderung muncul saat kita berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Pada masa-masa awal pandemi COVID-19, misalnya, karier banyak orang tiba-tiba terenggut atau berubah.

“Perubahan dramatis dalam jadwal sehari-hari membantu banyak orang menyadari bahwa mereka menyalurkan sebagian besar waktu, energi, dan maknanya ke dalam karier mereka,” kenang Dr. Albers. “Ini mirip dengan apa yang terjadi ketika seseorang mengerahkan seluruh energinya untuk mempertahankan suatu hubungan dan kemudian bercerai.”

Itu sebabnya mengalihkan energi bisa membantu. “Menjaga keseimbangan di antara semua aspek kehidupan kita dapat membuat kita terus maju ketika ada satu bagian yang tidak berfungsi,” tambahnya.

Jangan memikirkan masa lalu

Sangat mudah untuk mengalami depresi ketika kita merenungkan hal-hal yang terjadi di masa lalu. Tapi kita tidak bisa mengubahnya.

“Motto saya selalu, 'Jangan melihat ke belakang.'” kata Dr. Albers. “Daripada melihat ke belakang dan menyesali apa yang telah terjadi, lihatlah ke depan ke arah yang kamu inginkan dalam hidup”

Baca juga: Risiko Kecemasan dan Depresi Naik Seusai Pemilu

Kapan harus mencari bantuan

Krisis eksistensial – dan ketakutan eksistensial yang menyertainya – sering kali hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari atau minggu. Namun tidak ada ukuran yang tegas dan tegas dalam hal perasaan. Terkadang, hal ini membutuhkan waktu lebih lama atau memerlukan bantuan profesional untuk melewatinya.

Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan primer atau kesehatan mentaljika:

  • Gejala tidak kunjung membaik – atau justru semakin buruk.
  • Mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, berdandan, dan berbelanja makanan.
  • Kesehatan terkena dampaknya (pikirkan perubahan signifikan pada nafsu makan atau kebiasaan tidur).
  • Terlibat dalam perilaku berisiko atau memikirkan perubahan drastis dalam hidup.
  • Berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Krisis eksistensial bisa membuat kita mempertanyakan segalanya. Tapi ingat: Kamu mengenal dirimu sendiri. Jika merasa memerlukan dukungan kesehatan mental, percayalah pada diri sendiri.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Wellness
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Parenting
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Parenting
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Wellness
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Wellness
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Relationship
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Wellness
6 Rekomendasi Celana Garis Brand Lokal, Cocok untuk Harian hingga ke Kantor
6 Rekomendasi Celana Garis Brand Lokal, Cocok untuk Harian hingga ke Kantor
Fashion
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau