KOMPAS.com - Istilah "jam koma" belakangan dibincangkan di media sosial, merujuk pada sejumlah gejala yang mengarah pada penurunan fungsi otak.
Secara medis, jam koma adalah kondisi brain fatigue atau kelelahan otak. Kelelahan otak terjadi ketika otak digunakan secara terus-menerus sehingga overload atau overaktivasi.
Kelelahan otak dapat membuat seseorang mengalami gangguan kognitif, baik yang bersifat ringan maupun berat.
Menurut ilmuan otak sekaligus Dekan FK UPN Veteran Jakarta, kondisi kelelahan otak ini rentan dialami oleh anak muda, seperti generasi milenial.
"Saya mau beri catatan khusus bagi generasi milenial. Mereka lebih mudah mengalami kelelahan otak ini," ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (23/10/2024).
Baca juga:
Berikut adalah enam penyebab mengapa anak muda rentan terkena jam koma atau kelelahan otak.
Menurut Taufiq, di tengah lautan informasi yang tiada henti, gen milenial sering kesulitan memilah mana informasi yang relevan dan mana yang sekadar hoaks.
Hal ini membuat pikiran mereka terbebani, seolah-olah harus menyaring semua informasi tanpa henti.
Multitasking atau mengerjakan lebih dari satu pekerjaan sekaligus kerap menjadi rutinitas sehari-hari.
Melakukan hal baru sambil menangani banyak tugas justru bisa menguras energi mental. Akibatnya, produktivitas bisa menurun.
"Meski otak bisa melakukan ini, tapi untuk hal-hal yang baru akan menguras energi otak," ujar ungkap Taufiq.
Baca juga:
Di era modern ini media sosial dapat menjadi penghubung dengan orang lain.
Namun, keinginan untuk terus terhubung dengan orang lain membuat kita rentan mengalami kecanduan.
"Akibatnya mereka aktif siang malam dengan gadget-nya," tuturnya.
Penggunaan gadget secara terus-menerus membuat dapat membuat otak dan mental merasa lelah juga menurunkan produktivitas.