KOMPAS.com - Brain rot adalah istilah populer yang menggambarkan kelebihan beban kognitif, akibat penggunaan teknologi dan konsumsi konten digital tanpa makna atau konten instan yang berlebihan.
Istilah ini popular di kalangan gen Alpha yang lahir pada tahun 2010 hingga 2024. Namun, apakah brain rot bisa berakibat fatal?
Menurut Ilmuwan Neurosains dan Perilaku sekaligus CEO Sekolah Otak Indonesia Taufiq Pasiak, brain rot tidak berakibat fatal, seperti membuat otak menjadi rusak secara fisik.
"Beban kognitif ini memang tidak langsung membuat otak rusak secara fisik, meskipun jika dicermati secara molekuler, akan ditemukan perubahan," ujarnya ketika diwawancarai Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: Mengenal Brain Rot, Penurunan Kognitif akibat Terlalu Sering Menonton Konten Receh
Namun demikian, brain rot dapat berdampak serius pada kualitas hidup, karena memengaruhi kemampuan kognitif dan emosional seseorang.
Secara molekuler, paparan konten instan yang terus-menerus dapat menyebabkan perubahan dalam area kognitif otak.
Artinya, brain rot cenderung menumpulkan kemampuan untuk memproses informasi secara mendalam.
Hal itu mengurangi kemampuan untuk berpikir jenih, fokus, menentukan keputusan, dan membuat pola pikir otak menjadi lebih dangkal.
"Area kognitif otak berubah, sehingga memungkinkan perubahan pola pikir yang lebih dangkal karena keseringan terpapar informasi singkat tanpa tantangan mendalam atau istilahnya lebih intelelek dan bernas," jelas Taufiq.
Baca juga: Awas, Jangan Mudah Percaya Informasi Kesehatan Mental dari Konten Receh di Medsos
Jika kebiasaan ini dibiarkan tanpa pengelolaan, beberapa dampak dapat muncul dalam jangka panjang, yakni:
Informasi instan tidak melibatkan area otak yang terkait dengan pembelajaran mendalam.
"Area otak yang terkait dengan pembelajaran mendalam akan menurun," pungkas Taufiq.
Akibatnya, kemampuan otak untuk menyimpan dan mengolah informasi yang kompleks dan mendalam menurun, sehingga membuat seseorang sulit mengingat hal-hal penting atau mempelajari sesuatu yang baru.
Baca juga: Mengenal Working Memory, Berdampak pada Anak SD yang Kurang Gizi
Konsumsi konten pendek seperti video TikTok atau reels Instagram dapat mengurangi kemampuan otak untuk fokus pada tugas jangka panjang.
Seseorang menjadi mudah teralihkan dan sulit menyelesaikan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi penuh.
Fokus berlebihan pada konten digital yang bersifat "obyek buatan" akan mengurangi kemampuan untuk memahami dan merespons perasaan orang di sekitar.
"Secara sosial, akan menyebabkan penumpulan empati dan hal-hal yang memiliki sisi emosional," tutup Taufiq.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang