“Seluruh keluarga Batak itu ada satu lemari full of ulos, dan itu lemari yang agak dingin dikit, dan enggak kena lembap dan enggak kena matahari,” cerita Kerri.
Baca juga: Lebih dari Sekadar Kain, Makna dan Warisan Tenun Biboki dari NTT
Kerri juga menjelaskan, untuk menjaga kualitas ulos agar tetap maksimal, penyimpanan dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ia sering menggunakan kertas antiasam (anti acid paper) untuk menggulung ulos, sehingga kain lebih terlindungi dari kelembapan dan warnanya tidak mudah memudar.
“Kita pake kertas yang anti acid. Kita gulung biar kelembaban enggak masuk,” sarannya.
Baca juga: Toba Tenun Gaungkan Peran Perempuan dalam Melestarikan Tenun Batak
Di sisi lain, Kerri juga menegaskan bahwa ulos merupakan hasil kerja tangan yang dibuat melalui proses panjang dan sarat nilai budaya.
Oleh sebab itu, merawatnya dengan hati-hati bukan sekadar menjaga kainnya, tetapi juga menghormati warisan Batak yang dibawa dan menghargai para penenunnya.
“Tenun tangan itu panjang prosesnya, kita harus lebih apresiasi juga,” tutup Kerri.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang