Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/09/2017, 14:05 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan senyum menyungging, Amanda menyapa saya yang lebih dulu datang ke butik Lekat di Plaza Indonesia. Perancang busana ini mengenakan topi pantai  cerah dengan perpaduan warna khas tenun Baduy.

Adapun Amanda merupakan pendiri rumah mode Lekat yang memang menggunakan tenun Baduy sebagai salah satu bahan rancangannya. Dari tenun Baduy itu, nama Amanda mulai harum di kalangan desainer Tanah Air juga internasional.

Dia membawa tenun Baduy yang sudah dikreasikan ke pagelaran internasional seperti London Fashion Week 2017 dan Paris Fashion Week 2017.

Tapi, bagaimana cerita Amanda bisa jatuh cinta dengan tenun Baduy? Adalah Don Hasman, fotografer dan peneliti Suku Baduy, yang memperkenalkan Amanda dengan tenun khas suku pedalaman Lebak, Banten tersebut. Amanda yang penasaran akhirnya memutuskan untuk meriset tenun tersebut dan masyarakat di dalamnya.

"Aku riset dan lihat pedalamannya gimana, dan nanya bagaimana kalau kita kerjasama, dan gimana kalau tenun mereka diolah lagi," kata Amanda kepada Kompas Lifestyle di Lekat, Plaza Indonesia, Jakarta, Sabtu (16/9/2017).

Amanda yang mendalami fashion pun akhirnya jatuh cinta dengan tenun Baduy. Dia memilihnya menjadi ciri khas karya Lekat.

Baca juga: Solek Tenun Baduy di Paris

Kerjasama mulai dilakukan. Amanda memastikan tak mengubah pola tenun Baduy, tapi sekadar menyarankan warna-warna tertentu. Ketertarikan Amanda dengan tenun Baduy tak lain dari pola dan kualitas.

Untuk kualitas, menurut dia, tenun ini sangat baik karena memang lebih ringan. Pengerjaan tenun Baduy pun dianggap lebih cepat sehingga untuk produksi rancangan juga tak menghambat.

"Memainkan warnanya pun cukup enak. Terus bisa kombinasi gitu. Tidak seperti tenun lain, tenun Maumere misalnya, enggak bisa dipotong dan harus sesuaikan pola. Tapi kalau tenun Baduy bisa," ujar Amanda.

Meskipun banyak yang bilang pola tenun Baduy seperti Lurik, Amanda memastikan bahwa tenun itu berpola geometris. Polanya lebih beragam, ada yang dua dan tiga garis, kotak-kotak dan polos. Selain itu juga ada rumbai di ujung-ujung tenun Baduy.

Amanda juga memaknai karyanya dengan tenun Baduy ini sebagai jalan untuk kembali ke kehidupan alam.

Sebenarnya masyarakat Baduy hanya mengenakan tenun pada acara-acara tertentu seperti pernikahan. Tenun juga biasa diwariskan ke generasi penerus. Berangkat dari situ, Amanda kemudian memilih model klasik di setiap rancangan tenun Baduy dari Lekat.

Klasik, menurut dia, bertahan lama dan dapat digunakan oleh beda generasi. "Enggak hanya umur tertentu, tua dan muda pasti bisa pakai," ujar Amanda.

Hingga kini rancangan tenun Baduy dari Lekat direspon positif oleh para pembeli. Mereka tertarik dengan tenun Baduy yang memang belum banyak digunakan. Selain itu, rancangan yang bersifat etnis memang tengah digandrungi.

Sejauh ini para penenun tradisional Baduy merespon positif usaha Lekat. Amanda pun melakuka pendekatan secara kekeluargaan. "Saya sampaikan 'ayo bu kita maju sama-sama dan bukan buat saya aja, tapi sama-sama'," kata Amanda.

Amanda juga mengaku masih ingin mengembangkan tenun Baduy, sehingga belum terpikirkan untuk menggarap tenun lain untuk rancangan Lekat. Dia melihat besarnya potensi tenun Baduy untuk dijadikan rancangan adibusana lainnya.

Bagi Amanda dan rumah rancangan Lekat, tenun Baduy adalah karya yang memikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com