Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Kesalahan Soal Kekerasan Seksual yang Sering Dipercaya Orang

Kompas.com, 23 November 2018, 11:39 WIB
Wisnubrata

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Jika diperhatikan, kebanyakan kasus kekerasan seksual lebih sering dialami oleh perempuan ketimbang laki-laki. Memang, mengutip data Komnas Perempuan, rata-rata ada sekitar 35 perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual setiap hari di Indonesia.

Namun, bukan berarti pria mustahil mengalaminya. Banyak mitos kekerasan seksual yang merajalela di masyarakat kita perlu diluruskan karena sangat merugikan korbannya.

Hal inilah yang membuat korban merasa malu dan cenderung menyalahkan diri sendiri. Akibatnya, korban mengalami trauma mendalam, depresi, hingga berkeinginan untuk bunuh diri.

Maka itu, mari akhiri beragam mitos kekerasan seksual berikut ini dengan mengetahui fakta sebenarnya

1. Korban selalu berpakaian minim atau seksi

Pakaian yang dikenakan korban umum dijadikan alasan untuk melumrahkan kejadian pelecehan seksual. “Ya pantas saja dia diperkosa, wong bajunya saja seksi begitu!” Pernah dengar, kan, komentar nyinyir seperti ini?

Tak jarang pula komentar memojokkan tentang pakaian korban dipergunakan oleh aparat penegak hukum saat memproses kasus kekerasan seksual.

Orang-orang masih berpikir bahwa pakaian seksi sama dengan undangan seks gratis, “Pakaiannya, sih, terbuka, ngundang nafsu saja!”. Argumen ini malah makin menegaskan asumsi kolot bahwa perempuanlah yang harusnya disalahkan untuk “nasib” mereka sendiri.

Padahal, segala bentuk pelecehan dan kekerasan seksual terjadi atas kebejatan pelaku itu sendiri. Pakaian bukanlah faktor penentu. Tindakan tersebut adalah salah si pelaku. Memakai pakaian yang nyaman atau tertutup tidak serta-merta menjamin bahwa kita lebih aman dari tindak kekerasan seksual.

Baca juga: Pakaian Korban Kerap Disalahkan dalam Kasus Pemerkosaan, Pantaskah?

2. Pria tidak mungkin jadi korban

Kekerasan seksual memang lebih banyak terjadi pada perempuan dan dilakukan oleh pria. Itu kenapa kita mungkin menganggap bahwa tidak mungkin kedua peran ini ditukar. Namun kenyataannya ada pria-pria di luaran sana yang jadi korbannya.

Anggapan bahwa pria tidak mungkin dan tidak bisa menjadi korban kekerasan seksual itu keliru. Mitos ini bisa membuat mereka yang benar-benar pernah mengalaminya enggan mencari bantuan karena takut dikira lemah hingga akhirnya menjadi trauma permanen.

Perlu diluruskan lagi bahwa pria dan wanita sama-sama bisa menjadi pelaku atau korban. Wanita mungkin saja jadi pelaku kekerasan seksual yang menargetkan pria, atau terjadi antar pria.

Faktor yang mendorong seseorang untuk berbuat kejahatan tidaklah didasari oleh gender alias jenis kelamin.

Baca juga: Komentari Pemerkosaan, Hati-hati “Rape Culture” dan Salahkan Korban

Ilustrasi kekerasandeeepblue Ilustrasi kekerasan
3. Pemerkosaan tidak mungkin terjadi dalam perkawinan

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau