Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2023, 08:42 WIB
Niken Monica Desiyanti,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu ciri hubungan toksik adalah adanya abuse atau kekerasan, baik yang dilakukan secara verbal maupun fisik.

Seringkali korban dalam hubungan toksik ini terjebak bersama pasangan yang abusive (kasar) karena merasa terlalu cinta atau takut ditinggalkan, sehingga memilih bertahan dalam hubungan tersebut.

Hal ini diungkap oleh Executive Director Yayasan Pulih, Dian Indraswari.

“Seringkali korban kekerasan dalam hubungan tidak berani keluar dari hubungan tersebut karena berbagai alasan, mulai dari takut hingga terlalu bergantung pada pasangan” Jelas Dian, pada peluncuran kampanye “Abuse is Not Love” kolaborasi YSL Beaute dan Yayasan Pulih yang digelar di Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2023).

Lebih lanjut Dian juga mengatakan bahwa kekerasan dalam hubungan merupakan isu yang banyak terjadi belakangan ini. Terbukti dengan banyaknya kasus yang dilaporkan di Komnas HAM.

“Kekerasan dalam hubungan pasangan mendominasi tingkat pengaduan ke komnas HAM,” jelasnya.

Hingga tahun 2023, terdapat 713 laporan kekerasan yang dilakukan mantan pacar, 622 laporan terhadap pasangan menikah, dan 422 dalam hubungan pacaran.

Maraknya kasus kekerasan dalam hubungan yang toksik ini terjadi akibat banyaknya orang yang belum memahami arti cinta dan cara mencintai secara sehat.

“Kadang banyak orang yang salah mengartikan perilaku abuse pasangan sebagai bentuk rasa cinta,” kata Dian.

Baca juga: Ketahui, 5 Tanda Hubungan yang Toksik dan Cara untuk Meninggalkannya

Agar mampu keluar dari hubungan yang toksik, seseorang perlu menyadari terlebih dahulu tanda-tanda kekerasan dalam hubungan, terutama yang berkaitan dengan kekerasan psikis.

“Kasus-kasus kekerasan ini memang umumnya didominasi oleh kekerasan psikis” kata Dian.

Kekerasan psikis atau emosional ini sifatnya tersembunyi, bisa berupa ancaman, cemooh, hinaan, dan tekanan yang membuat korbannya hilang rasa percaya diri, tidak berdaya, hingga memiliki keinginan untuk bunuh diri.

Menurut Dian, kekerasan psikis atau emosional sama bahayanya dengan kekerasan fisik, bahkan bisa menyebabkan kematian.

“Menggunakan definisi dari WHO, kekerasan dalam hubungan ini sama dengan perilaku kriminal lain yang bisa berujung pada kematian,” jelas Dian.

peluncuran kampanye ?Abuse is Not Love? kolaborasi YSL Beaute dan Yayasan Pulih yang digelar di Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2023)Niken Monica/Kompas.com peluncuran kampanye ?Abuse is Not Love? kolaborasi YSL Beaute dan Yayasan Pulih yang digelar di Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2023)
Bagi yang sudah terjerat dalam hubungan toksik, Dian menyarankan korban untuk segera mencari pertolongan dengan cara konseling.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com