Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Sexting" Remaja Kian Marak, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

Kemajuan teknologi memungkinkan beragam gawai itu dapat dimiliki dengan harga yang relatif terjangkau.

Akibatnya, banyak orang mampu memiliki piranti tersebut, bahkan anak-anak dan kaum remaja.

Akses terhadap internet yang kian murah dan berkualitas pun terbuka. Membuat mereka yang memegang gawai bisa mengakses banyak hal -nyaris tanpa batas, termasuk pornografi dan seksualitas.

Salah satu perkembangan yang terlihat seiring dengan fenomena itu adalah aktivitas"sexting" alias berbagi pesan, gambar, dan video berbau seksualitas melalui gawai.

Hal itu pun dilakukan oleh kaum muda. Laporan terbaru yang dipublikasikan di JAMA Pediatric, menganalisa 39 studi dengan total 10.300 anak muda lintas gender di bawah usia 18 tahun.

Studi tersebut mengungkap, "sexting" meningkat dan terkesan semakin "biasa" dilakukan pada beberapa tahun terakhir.

Meskipun mayoritas remaja tak terbuka tentang aktivitas ini, namun ada 15 persen yang mengaku pernah mengirimkan pesan terkait seksualitas, dan 27 persen pernah menerima "sexting".

Aktivitas semacam ini pun kian menjadi "lazim" seiring dengan bertambahnya usia para remaja menjadi kian dewasa. 

"Orangtua kini mendapatkan ancaman ganda, yakni memahami kerja dunia digital sambil harus pula mengarahkan perilaku seksual anak-anak remaja mereka."

Demikian diungkapkan penulis dalam penelitian itu Sheri Madigan.

Madigan juga adalah asisten profesor di Departemen Psikologi The Alberta Children's Hospital Research Institute di Universitas Calgary, Kanada.

Madigan memprediksi angka "sexting" bakal terus meningkat seiring dengan menjamurnya ponsel pintar.

"Semestinya saya tidak terlalu kaget dengan temuan tersebut karena eksplorasi seksual sudah mulai menjadi bagian normal dari perkembangan remaja," kata Madigan.

Namun, yang menjadi perhatian Madigan adalah banyak anak muda yang kurang kesadaran terhadap keamanan digital dengan mengunggah foto-foto tanpa busana atau mengirimkannya.

Data dalam penelitan itu mengungkap bahwa 1:8 remaja mengaku melanjutkan pesan (forward) "sexting" yang mereka terima, tanpa persetujuan pengirim pertama. 

"'Sexting' kemudian menjadi masalah saat para remaja ditekan atau dipaksa melakukannya. Ini juga menjadi masalah ketika mereka tidak menyadari potensi konsekuensinya," ujar Madigan.

Lantas, apa yang bisa dilakukan para orangtua?

Madigan menyarankan agar para orangtua lebih proaktif, bukan reaktif, terhadap keamanan digital.

"Sering-seringlah membuka percakapan, tidak hanya saat masalah mengemuka," kata dia.

Salah satu yang direkomendasikan adalah mendiskusikan risiko dan konsekuensi hukum yang mungkin didapatkan. Yakinkan anak untuk tak memaksa atau terpaksa melakukan "sexting".

"Percakapan ini bisa menjadi awal mula pembuka obrolan tentang tekanan kelompok sepermainan atau seksualitas," ujar dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/02/28/130000020/-sexting-remaja-kian-marak-apa-yang-harus-dilakukan-orangtua-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke