Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Dea Valencia, Gandeng Difabel untuk Membangun Batik Kultur

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterbatasan bukan penghalangan seseorang untuk meraih impiannya. Semangat itu yang kira-kira dimiliki oleh Dea Valencia dalam mengembangkan Batik Kultur.

Berawal merekrut satu penyandang disabilitas, kini 50 dari 120 pegawai Dea diisi para difabel.

Dea mengakui, ia tak mendesain komposisi khusus dalam mempekerjakan para penyandang disabilitas. Namun, prinsip yang dipegang adalah bahwa setiap orang, sekali pun memiliki keterbatasan, tetap memiliki peluang untuk berhasil, satu di antaranya dengan belajar.

"Semua berjalan secara natural. Begitu ada (difabel) yang mau kerja, kami terima," katanya.

Batik Kultur pertama kali diluncurkan di Semarang tahun 2011. Dea Valencia bersama timnya menghasilkan produk lokal berupa batik tulis, di mana sebagian dari kreator lokalnya--para pengrajin dan penjahit batik--merupakan masyarakat difabel.

Tokopedia ingin mengangkat cerita di balik setiap produk lokal, dalam hal ini berupa batik oleh Batik Kultur, yang memiliki keunikan dan cerita yang mengesankan pada setiap motif yang terdapat didalamnya melalui peluncuran koleksi eksklusif.

Dea mengungkapkan, selama 8 tahun dirinya berkiprah di dunia batik, ia mengawali perjalanan dengan berdagang Batik Lawasan.

Dengan bekal ilmu itulah akhirnya Dea memantapkan diri untuk terjun di bisnis retail batik.

Berawal dari satu orang penjahit di sudut rumah, kisah Batik Kultur dimulai.

"Banyak orang yang meragukan kemampuan masyarakat difabel dalam bekerja, apalagi dalam menjahit. Namun, kami melihat bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya," kata Dea dalam acara Tokopedia #CeritaDiBalikJahitan di Jakarta.

Pembuktian demi pembuktian dari setiap individu yang ditemui, plus kobaran semangat para difabel kian memantapkan Dea untuk terus maju bersama masyarakat difabel.

Para difabel bekerja sesuai kemampuan, mulai dari menjahit hingga bidang administrasi. Dalam menjahit, misalnya, jika sudah mahir, satu orang bisa menyelesaikan lebih dari satu baju.

"Kami juga tetap jaga kualitas. Selain itu, kami menjual barang yang orang beli karena kualitas, bukan kasian," katanya.

Siluet Batik Kultur sendiri lebih pada officewear, namun terbuka inovasi pada desain modern, dengan cutting lebih banyak tali serta aksen lebih modern.

Kolaborasi dengan Tokopedia

Belakangan, Batik Kultur digandeng Tokopedia untuk mengangkat dan menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap produk dari kreator lokal yang telah bergabung dan tumbuh bersama e-commerce tersebut.

"Kami percaya bahwa berkolaborasi dengan Tokopedia merupakan sebuah kesempatan yang baik untuk terus mendukung industri batik Indonesia dan terus mengapresiasi produk lokal karya seniman Indonesia," ujar Dea.

Sementara itu, AVP of Business Tokopedia, Jessica Stephanie Jap, mengungkapkan,setiap penjual di Tokopedia memiliki kisahnya masing-masing, maka kami menghadirkan kampanye #CeritaDiBalikJahitan.

"Dengan adanya #CeritaDiBalikJahitan, Tokopedia berharap akan lebih banyak masyarakat yang terdorong dalam mendukung kehadiran dan eksistensi produk lokal dari seluruh kreator lokal yang tersebar di Indonesia."

Seluruh keuntungan dari penjualan koleksi eksklusif Batik Kultur di Tokopedia akan disumbangkan melalui Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso, instansi pemerintah yang memiliki tugas memberdayakan penyandang cacat tubuh atau penyandang tuna daksa dengan melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial, resosialisasi dan penyaluran kerja.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/08/12/174500320/cerita-dea-valencia-gandeng-difabel-untuk-membangun-batik-kultur-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke