Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cegah Kebutaan pada Bayi yang Lahir Prematur

Setidaknya, berdasarkan data Komunitas Premature Indonesia, pada 2015 terdapat 157 kasus ROP, 163 kasus pada 2016, 106 kasus pada 2017, 103 kasus pada 2018, dan 93 kasus per 20 Desember 2019.

Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) menjelaskan, kondisi ini bisa terjadi pada semua bayi prematur.

Bahkan, semakin meningkat risikonya pada bayi prematur kelahiran di bawah usia kehamilan 32 minggu, dan berat lahir di bawah 1.500 gram.

"Jadi, pembuluh darah di retina atau tempat syaraf itu kan sangat rapuh. Kalau kena oksigen bisa infeksi, tranfusi berulang bisa rusak. Kalau rusak harus cepat diketahui dan diobati."

Hal itu diungkapkan Rinawati dalam sebuah talkshow pada perayaan ulang tahun ke-100 RSCM di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (21/12/2019).

Jika pemeriksaan tidak segera dilakukan, dan terjadi kondisi ROP yang memburuk, maka kebutaan bisa terjadi.

Saat ini, Pemerintah belum membiayai pemeriksaan ini. Namun, biaya pemeriksaan ditaksir hanya sekitar Rp 200.000.

Pemeriksaan mata idealnya dilakukan segera setelah bayi lahir, atau selambat-lambatnya sebelum bayi pulang dari rumah sakit.

Ini juga tak bisa dilakukan oleh sembarang dokter, melainkan harus oleh dokter spesialis mata dengan keahlian khusus.

Jika, rumah sakit tersebut tidak memiliki dokter yang bisa melakukan pemeriksaan ROP, maka pasien bisa dirujuk.

"Bayi prematur punya risiko untuk retinopati, kalau tidak diobati bisa buta. Tapi, tidak usah buta asalkan diperiksa dan dicegah sedini mungkin," tutur Rinawati.

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/12/21/190631520/cegah-kebutaan-pada-bayi-yang-lahir-prematur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke