Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Waspadai, 5 Risiko Kesehatan yang Muncul dari Rasa Kesepian

Bagi banyak dari kita, ini adalah kondisi sementara yang bisa disebabkan oleh perubahan hidup. Seperti pindah ke lokasi baru, atau memulai pekerjaan baru.

Namun pada sebagian orang, kesepian adalah cara hidup, yang bukan berasal dari jumlah orang di sekitar mereka, melainkan kurangnya koneksi dengan orang lain.

Penelitian telah menunjukkan, kesepian kronis dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

Para ilmuwan masih meneliti hubungan antara kesehatan mental dan fisik serta bagaimana kesepian memengaruhi tubuh.

Namun bisa jadi kita tidak tahu beberapa temuan mereka selama bertahun-tahun.

1. Picu rasa sakit fisik

Dr. Sanjay Gupta menulis sebuah kolom untuk O Magazine tentang studi di tahun 2003.

Merasa diasingkan dapat mendorong kita ke batas sosial, hingga menyebabkan kesepian, dan memicu aktivitas di beberapa daerah otak yang memicu rasa sakit fisik."

Disebutkan, penelitian itu dipimpin Naomi Eisenberger, profesor psikologi sosial di UCLA.

"Dari perspektif evolusi, ini masuk akal. Leluhur kita bergantung pada kelompok sosial tidak hanya untuk persahabatan, melainkan bertahan hidup," tulis Gupta.

"Tinggal dekat dengan suku membawa akses ke tempat berteduh, makanan, dan perlindungan. Pemisahan dari kelompok, di sisi lain, berarti bahaya," sambung dia.

"Hari ini saat kita merasa tersisih, tubuh bisa saja merasakan ancaman terhadap kelangsungan hidup, dan beberapa sinyal rasa sakit serupa akan terlibat jika kita berada dalam bahaya fisik nyata."

"Dalam kesepian kronis, kadar hormon stres kortisol meningkat lebih tinggi di pagi hari, daripada mereka yang lebih terhubung secara sosial, dan tidak sepenuhnya kesepian di malam hari."

2. Tidak bisa tidur nyenyak

Studi di tahun 2011 menemukan, orang-orang yang kesepian mengalami lebih banyak gangguan tidur malam dibandingkan mereka yang tidak.

Para peneliti mengungkap, hubungan antara gangguan tidur dan kesepian tetap ada, bahkan setelah menghitung status perkawinan dan ukuran keluarga.

Ini menunjukkan, kesepian tergantung pada bagaimana orang memandang situasi sosial mereka daripada situasi itu sendiri.

Sebanyak 95 partisipan dalam penelitian ini semuanya mempunyai hubungan sosial yang kuat dan merupakan bagian dari komunitas pedesaan South Dakota, yang saling berhubungan erat.

Namun, peneliti menemukan, bahkan perbedaan kecil dalam tingkat kesepian tercermin dari tidur mereka.

3. Meningkatkan risiko demensia

Pada studi tahun 2012 terhadap sekitar 2.200 orang dewasa di Amsterdam, Belanda, terungkap, responden yang melaporkan kesepian --terlepas dari jumlah teman dan keluarga-- lebih mungkin mengalami demensia, daripada mereka yang hidup sendiri.

Peserta penelitian berusia antara 65-86 tahun tidak memperlihatkan tanda-tanda demensia dan tidak tinggal di panti jompo.

Sekitar setengahnya hidup sendirian, dan 20 persen melaporkan merasa kesepian. Hampir dua pertiga dari mereka adalah perempuan.

Setelah menyesuaikan faktor seperti usia, para peneliti menemukan, kesepian meningkatkan risiko demensia sebesar 64 persen.

Namun, mereka mengingatkan, hal itu tidak membuktikan jika kesepian menyebabkan demensia, dan mencatat hal sebaliknya bisa benar.

Sebab, demensia dan perubahan suasana hati yang menyertainya dapat berkontribusi pada beberapa penolakan sosial dari kesepian.

4. Berkontribusi pada kematian dini

Dua studi di tahun 2012 menemukan, hidup sendirian --atau merasa kesepian-- bisa meningkatkan risiko kematian dini.

Penelitian diikuti sekitar 45.000 orang berusia 45 tahun ke atas yang mempunyai penyakit jantung atau berisiko tinggi mengalami penyakit tersebut.

Terungkap, mereka yang hidup sendiri lebih mungkin meninggal dunia karena serangan jantung, stroke, atau komplikasi lain selama periode empat tahun, dibandingkan mereka yang hidup bersama keluarga.

Studi kedua berfokus pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Hasilnya, pria dan wanita 45 persen lebih mungkin meninggal selama periode studi enam tahun, jika mereka melaporkan merasa kesepian, terisolasi, atau ditinggalkan.

5. Menghancurkan jantung

Orang-orang yang mengalami kesepian kronis bisa memiliki ekspresi berlebih dari gen yang terhubung ke sel yang menghasilkan respon inflamasi terhadap kerusakan jaringan.

Demikian kesimpulan penelitan pada tahun 2011 pada 93 orang dewasa.

Meski respon inflamasi baik untuk jangka pendek, inflamasi jangka panjang akan memicu penyakit jantung dan kanker.

Studi ini hanya menemukan korelasi antara ekspresi gen dan kesepian, sehingga sulit dipastikan salah satunya dapat memicu yang lain.

Namun, co-author dalam penelitian ini, Steven Cole menyarankan, obat antiinflamasi bisa bermanfaat bagi orang yang tidak mampu menghilangkan perasaan kesepian.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/10/152833320/waspadai-5-risiko-kesehatan-yang-muncul-dari-rasa-kesepian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke