Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Survivor Corona Asal Korea, Sempat "Pede" Tak Bakal Terinfeksi

KOMPAS.com - Walau sudah banyak informasi beredar tentang cepatnya penyebaran virus corona, namun sebagian besar orang menganggap dirinya masih bisa lolos dari wabah ini. 

Tak sedikit orang mengira Covid-19 adalah flu biasa dan orang yang tubuhnya fit tidak akan tertular. Namun, virus ini bukanlah flu. Seorang pasien positif corona yang sudah sembuh, Park Hyun, membagikan pengalamannya menjalani pengobatan penyakit ini.

Park Hyun, profesor berusia 48 tahun dari Korea Selatan merasa dirinya sangat sehat. Ia berolahraga ke gym lima hari dalam seminggu dan menjaga higienitas pribadinya, seperti mencuci tangan sepanjang waktu dan sering menggunakan hand sanitizer.

Namun, gaya hidup sehatnya tersebut ternyata tidak membuatnya terhindar dari virus corona.

Melalui Facebook, Park berbagi kisahnya dengan alasan membantu teman-teman dan orang-orang tercintanya agar terhindar dari virus.

Ia mengakui dirinya terlalu naif dan beranggapan bahwa dirinya tidak termasuk kelompok rentan virus.

"Saya bodoh karena terlalu percaya diri," tulisnya pada laman Facebook, 8 Maret lalu.

Kota tempat tinggalnya, Busan, menjadi tempat kasus corona virus pertama dilaporkan pada 21 Februari lalu.

Pada hari yang sama Park merasa tenggorokannya sedikit sakit dan ia mengalami batuk kering ringan. Dua hari kemudian, ia merasa ada tekanan ringan di dadanya yang semakin parah.

Park lalu memutuskan untuk berdiam di rumah dan jeda dari rutinitas olahraganya. Ini dilakukan bukan karena merasa kurang sehat, melainkan karena ada laporan pasien-pasien virus corona di sekitar tempat tinggalnya.

Pada 24 Februari, Park merasakan gangguan pernafasan di pagi hari yang membuatnya sedikit takut karena lingkungn tempat tinggalnya Oncheon Church di Busan menjadi tempat beberapa kasus virus corona terjadi.

Park yang panik mulai menelepon ke otoritas kesehatan dan sempat dikatakan tidak perlu mengambil tes viris corona karena adanya antrian panjang di pusat-pusat tes sehingga meningkatkan risiko tertular virus. Selain itu, gejalanya juga dianggap tidak parah.

Namun, gejala yang dialami Park memburuk dan pada panggilan ketiga pihak berwenang menyuruhnya pergi ke rumah sakit terdekat untuk menjalani tes.

Saat itu ia terpaksa mengantre selama empat jam meskipun ia tiba pagi hari. Setelah 30 menit mengantre, Park mengalami dispnea atau sesak nafas lalu pingsan dengan kepala membentur lantai. Ia pun dirawat karena cedera kepala dan kemudian diuji untuk virus corona.

Park kemudian mengkarantina diri dan keesokan harinya menerima pesan bahwa dirinya positif corona virus. Ia diminta beristirahat di rumah selama 24 jam sebelum dirawat di rumah sakit untuk perawatan.

Namun, seorang pejabat kesehatan kemudian memanggilnya untuk melacak pergerakan dan kontak dekat terakhirnya. Selama percakapan, ia menyadari betapa parah kondisi Park lalu memasukkannya ke antrean perawatan.

Menjelang tengah malam, Park ditahan di bagian karantina unit perawatan intensif Rumah Sakit Injil, Universitas Kosin.

Di sana, ia menjalani CAT scan (computerized axial tomography) dan beberapa tes lain sebelum diberi obat dan dihubungkan ke tangki oksigen.

Pada 26 Februari, Park mengatakan bisa bernafas lebih mudah, tapi nyeri dadanya masih parah.

"Saya merasakan sakit yang membakar di dada dan perut saya, meskipun saya tidak yakin apakah itu karena obat yang saya minum atau virusnya," tulisnya.

Saat itu ia mengalami sedikit demam dan kondisinya fluktuatif. Ia sempat merasa seolah-olah piring besi berat menekan dadanya. Rasa sakit yang menusuk secara bertahap mereda sampai terasa seolah seseorang meremas dadanya dengan keras.

"Terkadang sata merasa sangat lapar. Saya tahu harus makan untuk bertahan hidup tetapi sangat sulit untuk menelan karena kesulitan bernafas," katanya.

Setelah sembilan hari dirawat, Park diperbolehkan pulang namun kini berada pada masa karantina 14 hari setelah pulih.

Semua orang yang kontak dengannya seminggu sebelum ia dirawat relah diperiksa, termasuk ibu dan saudara perempuannya, namun semuanya mendapatkan hasil negatif.

Park berterima kasih kepada para staf medis yang merawatnya.

"Mereka merawat mereka adalah anggota keluarga saya dan melakukan yang terbaik untuk menghindari rasa sakit tidak perlu ketika merawat pasiennya dengan suntikan, bersedia rutin membawa makanan kepada pasien dan bahkan membersihkan kamar," katanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/03/16/165057220/cerita-survivor-corona-asal-korea-sempat-pede-tak-bakal-terinfeksi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke