Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Jack Wolfskin, Merek Outdoor yang Konsisten Peduli Lingkungan

KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2020, merek perlengkapan luar ruangan (outdoor) kembali digemari dan banyak dilirik.

Memang, belakangan banyak rumah mode mewah berhasil "menggiring" orang untuk membeli produk dengan tampilan yang elegan dan mahal karena mereknya.

Namun, jika membicarakan fungsi, merek outdoor dianggap lebih unggul dalam menyediakan item yang sesuai kebutuhan konsumen. Dan Jack Wolfskin adalah salah satu dari sekian banyak merek tersebut.

Jack Wolfskin bukan merupakan merek outdoor mewah, karena produk yang dirancang perusahaan asal Jerman itu tidak berfokus pada kemewahan, tentunya.

Menciptakan jaket bulu seharga ribuan dollar AS yang dipamerkan di peragaan busana bukan "gaya" Jack Wolfskin.

Sebaliknya, merek ini kerap membuat pakaian yang mengutamakan performa, fungsi, dan bisa dijangkau oleh setiap kalangan. Hal itu sudah dilakukan JW selama 40 tahun.

Terlepas dari kepopulerannya di Eropa, hanya sedikit orang yang memahami seperti apa kisah Jack Wolfskin dan seberapa besar kontribusi perusahaan itu di industri outdoor.

1. Diawali dari usaha anak muda yang tak kenal lelah

Sejak di bangku kuliah, pendiri Jack Wolfskin, Ulrich Dausien sudah menunjukkan gelagat bahwa dia tidak akan mengambil jalur karier yang biasa-biasa saja.

Anak muda ini memiliki kecanduan pada petualangan, pola pikir wirausaha, dan cenderung tidak senang mengikuti arus.

Di samping kegiatannya sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu bisnis di universitas di Frankfurt, Jerman, Dausien berjualan syal keffiyeh Palestina di jembatan Eisernen Steg Frankfurt pada sore hari.

Begitu tabungannya terkumpul sekitar 6.000 dollar AS, dia mulai menjual tenda, jaket, dan sleeping bag di rumah susun bersama yang disulapnya menjadi toko.

Dausien lantas mengiklankan barang dagangan yang dijual ke pihak kampus lewat selebaran tulisan tangan.

Dari situ, Dausien membuka SINE, salah satu toko outdoor pertama di Jerman Barat.

Ia menawarkan pakaian outdoor dan peralatan yang diimpor dari Amerika dan Taiwan, yang saat itu tidak mudah didapat.

Di akhir tahun 70-an, aktivitas outdoor masih merupakan kebutuhan khusus, dan tidak ada industri outdoor yang besar seperti sekarang ini.

Artinya, orang-orang di masa itu yang ingin melakukan aktivitas outdoor seperti mendaki gunung harus puas dengan peralatan yang seadanya.

Nah, tujuan Dausien saat itu adalah memenuhi kebutuhan orang-orang penyuka aktivitas outdoor.

"Kami menawarkan peralatan murah untuk para backpacker serta peralatan ekspedisi untuk pendaki Himalaya," tulisnya dalam sebuah advertorial di tahun 1979.

2. Lahirnya nama "Jack Wolfskin"

Di suatu malam, ketika sedang duduk di sekitar api unggun bersama teman-temannya di kawasan antara Sungai Klondike dan Chilkoot Trail, Dausien mendengar sekelompok serigala melolong di kejauhan.

Dia mulai membayangkan seekor serigala yang menerjang badai salju hanya dengan bulu untuk menjaga tubuh hewan tersebut tetap hangat.

Bulu adalah perlindungan sempurna dari berbagai unsur, begitu pikir Dausien saat itu.

Berangkat dari pemikiran tersebut, Dausien mempunyai visi mengenai nama merek, dan lahirlah kata "Wolfskin".

Dia juga menemukan kata "Jack", yang asalnya dari lokasi trekking Dausien dan kawan-kawannya.

Sebagai catatan, lokasi tempat Dausien trekking adalah lokasi di mana jurnalis AS, Jack London menemukan inspirasi untuk novelnya yang terkenal, "The Call of the Wild".

Singkat cerita, kata "Jack" dan "Wolfskin" kemudian digabungkan oleh Dausien, jadilah "Jack Wolfskin".

Dengan membawa pulang visi dan nama, Dausien mulai mendirikan merek Jack Wolfskin.

Pada awalnya, barang-barang JW hanya dipasarkan oleh SINE (label awal yang didirikan Dausien). Seiring waktu, produk JW mulai memenuhi rak-rak toko di seluruh penjuru Jerman Barat.

Sebagai seorang petualang, perhatian utama Dausien adalah performa produknya, jadi ia menyerahkannya kepada orang-orang yang melakukan aktivitas ekstrem di iklim yang juga ekstrem.

Pendaki gunung Mischa Saleki adalah salah satu kolaborator pertamanya.

Juara balap kereta luncur anjing Jerman, Aleksander Lwow adalah pihak lain yang diajak bekerja sama oleh Dausien.

Lewat kolaborasi seperti itulah, Jack Wolfskin menghasilkan inovasi besar untuk pertama kali, yaitu kain Texapore tahan air yang banyak disematkan di produk seperti jaket dan sepatu gunung JW saat ini.

Inovasi lainnya adalah teknologi Air Control System (ACS), konstruksi yang meningkatkan aliran udara antara punggung dan ransel.

Di tengah periode tersebut, Jack Wolfskin juga mengembangkan jaket 3-in-1 yang meningkatkan performa.

Ketika itu, sudah ada jaket yang dibuat tiga lapis dan dapat disesuaikan, namun rumit dan tidak praktis.

Jack Wolfskin mengganti bahan katun dan wol yang berat dengan kain ringan, meningkatkan performa, dan sistem penutup jaket berupa ritsleting zip-in.

Alhasil, merek itu berkembang menjadi distributor jaket serbaguna terbesar di Jerman.

Di samping terobsesi pada performa, Dausien juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan.

Saat ini banyak merek outdoor menggaungkan praktik "green" atau ramah lingkungan.

Namun bagi Dausien, membangun merek dengan memberikan dampak rendah terhadap planet bumi sudah diterapkan sejak lama oleh Jack Wolfskin.

Hal itu terungkap dalam tulisan di katalog Jack Wolfskin tahun 1994.

"Sebagai merek peralatan berkualitas tinggi untuk hidup di alam, melestarikan alam untuk generasi berikutnya sudah dibuktikan Jack Wolfskin."

"Bagi kami, perlengkapan dan pakaian yang berlabel Jack Wolfskin bebas dari tren mode jangka pendek."

"Cara berpikir, bertindak, dan membuat produk yang lebih berkualitas adalah solusi untuk 'masyarakat sekali pakai'."

"Bertahan dengan sedikit good product adalah satu-satunya jawaban untuk masa depan konsumen," demikian kutipan tulisan dalam katalog tersebut.

Tak lama setelah pesan ini dicetak di katalog, Dausien meninggalkan Jack Wolfskin untuk mengejar proyek lain.

Sekitar 10 tahun kemudian, merek ini terus berkembang dan mendapatkan daya tarik internasional, dengan logo "paw print" atau cetakan kaki hewan yang menegaskan kualitas merek asal Jerman itu.

Perubahan internal dalam staf dan kepemilikan merek JW adalah hal yang wajar.

Namun tiga pilar utama merek, yaitu performa, aksesibilitas (terjangkau bagi setiap elemen masyarakat), dan menjaga lingkungan, tetap menjadi ciri Jack Wolfskin.

Jack Wolfskin terus mengembangkan dan menguji produk dengan atlet olahraga ekstrem pria dan wanita, dan dari situlah muncul teknologi Real-Tunnel yang dipatenkan.

Teknologi ini terdapat pada produk tenda JW. Desain tenda yang progresif memastikan tingkat stabilitas yang lebih tinggi dalam kondisi terpaan angin kencang.

Perusahaan pertama kali menerapkan teknologi ini di tenda Antartica Dome, yang dipakai oleh penjelajah Arved Fuchs ketika dia berada di kawasan es Patagonian.

Tenda Antartica Dome menjadi standar baru bagi Jack Wolfskin, dan dari tenda itu pula, perusahaan melahirkan kategori produk yang baru.

Transparansi rantai pasokan

Akhir 90-an dan awal 2000-an adalah masa-masa di mana Jack Wolfskin mengembangkan inisiatif perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan.

Di tahun 1999, JW merilis salah satu koleksi POLARTEC berbahan bulu domba daur ulang pertama.

Lalu, di tahun 2011, merek outdoor ini memperoleh Code of Conduct and the Green Book.

Juga, JW menjadi anggota Fair Wear Foundation dan mitra "bluesign", yang dianggap sebagai salah satu sertifikasi paling ketat di dunia karena auditnya yang menyeluruh atas kinerja sosial dan lingkungan perusahaan.

Salah satu langkah terpenting Jack Wolfskin terjadi di tahun 2014, kala perusahaan itu menerbitkan peta interaktif di situs webnya.

Dari peta interaktif itu, konsumen dapat mengklik dan melihat informasi di setiap fasilitas mitra, termasuk standar ekologi dan sosial perusahaan.

Bahkan, ada fungsi di mana konsumen bisa mencari nomor ID dari barang apa pun yang diciptakan Jack Wolfskin dan melihat di mana barang itu dibuat.

Transparansi seperti itu jarang diterapkan oleh sebuah merek, tetapi perusahaan meyakini bahwa setiap orang berhak mengetahui apa dan dari mana barang yang mereka beli.

Di samping itu, transparansi yang dilakukan Jack Wolfskin adalah bentuk pertanggungjawaban perusahaan untuk menciptakan kondisi sosial dan lingkungan kerja yang lebih baik.

Jack Wolfskin memimpin di industri pakaian outdoor Eropa dalam hal praktik yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.

Meskipun tidak banyak orang mengetahui prestasi yang sudah dibuat, Jack Wolfskin berhasil memperoleh pujian dari para profesional industri dengan desain seperti jaket 2-in-1 Texapore Ecosphere.

Jaket tersebut mendapatkan penghargaan di ISPO karena menjadi jaket pelindung cuaca pertama yang seluruhnya menggunakan material daur ulang dari sisa potongan kain dan poliester daur ulang.

Penghargaan yang diraih seolah mengukuhkan kedudukan Jack Wolfskin di puncak, kendati rumah mode mewah dan merek pakaian olahraga terusik dan berusaha menyaingi Jack Wolfskin.

Persaingan di ranah fesyen memang menjadi lebih ketat, namun kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari barang-barang yang tidak sustainable atau berkelanjutan menandakan, permintaan akan produk berkelanjutan semakin meningkat.

Jack Wolfskin berada dalam posisi menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan perlengkapan performa tahan lama dan serbaguna, seperti yang sudah dilakukan JW selama 40 tahun terakhir.


https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/13/170658420/kisah-jack-wolfskin-merek-outdoor-yang-konsisten-peduli-lingkungan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke