Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah 4 Perempuan Bikin "Hostel Bergerak" di dalam Bus Double Decker

Awalnya, Van Leeuwen yang memang telah jatuh cinta pada industri hostel sejak bertahun-tahun silam, telah melakukan perjalanan ke berbagai tempat.

Namun dia merasa, opsi untuk membuka sebuah hostel sangat terbatas.

"Aku tak terlalu menyukai bertahan di satu tempat saja. Jadi, solusi terbaiknya adalah membuat hostel yang bisa bergerak,” ujar perempuan itu mengawali kisahnya.

Dengan bantuan adik kembarnya, Jolisa van Leeuwen, dan dua temannya, Eileen Helfferich dan Lisa de Bree, mereka lantas memutuskan untuk membuat sebuah hotel dalam bus.

Bus tersebut dapat dikendarai, dan dibawa ke berbagai tempat berbeda. Kendaraan yang mereka pakai berjenis double-decker yang ditebus seharga 8.000 dollar AS atau sekitar Rp 113 juta.

Bus seluas 131 meter persegi tersebut mereka dapatkan dari sebuah e-commerce di Belanda.

“Waktu itu kami langsung berpikir ‘wah, ini hebat sekali’, dan kami pun dapat membayangkan ranjang, dapur, dan semuanya,” ujar Van Leeuwen.

Setelah itu, mereka membawa bus itu ke festival seni jalanan. Di sana mereka bertemu seniman bernama Tymon de Laat, yang melukis bus itu dengan gambar pegunungan.

"Setelah Tymon melukisnya, semua langsung berpikir bahwa proyek ini bisa berhasil," kata van Leuween.

Bus hostel yang akhirnya dinamai La Karavana ini kemudian direnovasi. Mereka tetap melakukan proyek ini meski tidak memiliki latar belakang reparasi sama sekali.

Keempat perempuan itu hanya mengandalkan latar belakang pengalaman kala bekerja di bidang manajeman acara.

Hal yang pertama mereka perbaiki adalah mengganti isolasi karet di sekitar jendela yang kerap bocor.

Mereka lalu menyekat bus dan membangun interiornya dengan bantuan dari video YouTube dan beberapa pekerja lokal.

Artinya, mereka memiliki waktu luang untuk hanya fokus pada renovasi, yang biasanya memerlukan waktu 30-40 jam per minggu.

"Bagi kami, ini waktu terbaik. Akan lebih sulit jika kami tak memiliki waktu luang yang cukup untuk mereparasi bus ini,” ujar van Leuween lagi.

Sembari merenovasi, mereka juga berjuang untuk mendapatkan surat ijin mengemudi, agar bisa membawa bus ini berkeliling. Sebab di Belanda, dibutuhkan SIM khusus untuk mengemudikan truk dan bus sebesar itu.

Sayangnya, latihan dan tes tersebut ternyata memakan waktu beberapa bulan akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat segalanya sulit di Belanda.

Beruntung, van Leeuwen bisa berhasil lulus ujian dengan hanya satu kali tes.

Bus itu pun rampung setelah satu setengah tahun direnovasi, dengan menghabiskan total dana sekitar 40.000 dolar AS atau sekitar Rp 568 juta.

Mereka sempat mendapatkan dana sekitar Rp 241 juta dari usaha kampanye penggalangan dana.

Lalu, ada tali pengikat yang dijadikan pegangan kabinet. Terlihat, ada dua buah lemari es di dapur itu.

Sementara, di bagian belakang bus, ada area tempat duduk yang luas. Bidang tersebut dimanfaatkan untuk areal bermain permainan papan dan makan malam.

Untuk kamar mandi, tamu harus mengaksesnya dari luar bus meski ada sebuah dinding yang memisahkan antara ruang tamu dan kamar mandi.

Menurut van Leeuwen, hal ini dilakukan untuk membuat kamar mandi menjadi lebih privat.

Kemudian areal kamar tidur, semuanya ada di lantai dua, dengan sembilan tempat tidur susun berjajar rapi.

Nah, karena keempat wanita ini mengadakan dan mengemudi bergantian (dua orang dalam satu kali perjalanan), maka dua kasur di lantai dua otomatis terisi.

Jadi, hanya ada tujuh kasur lain yang dapat digunakan oleh para tamu.

Para tamu pun tidak perlu takut privasinya terganggu meski tidur di tempat tidur susun. Sebab, setiap ranjangnya dilengkapi dengan tirai yang menjaga privasi, dan sebuah lampu baca.

Lalu jika ingin mencoba menginap, van Leeuwen mengatakan, ada dua cara untuk mencobanya.

Pertama, tamu bisa menyewa seluruh tujuh ranjang yang tersedia, dan lantas berkunsoltasi dengan van Lewuween untuk membuat rencana perjalanan.

Dua orang dari tim van Leeuwen akan bergabung dalam perjalanan untuk mengemudikan bus dan bertindak sebagai tuan rumah.

Kedua, tamu bisa menyewa tempat tidur single di perjalanan yang sudah ada, mirip seperti hostel.

Dalam perjalanan tersebut, tamu akan bertemu tujuh orang asing lainnya dan dua tuan rumah.

Terkait biaya, untuk akhir pekan, biaya menginap di tempat ini adalah 464 dollar AS atau sekitar Rp 6,5 juta.

Sementara untuk biaya per minggu, 990 dollar AS atau sekitar Rp 14 juta, tergantung pada rute perjalanannya.

Memang, kita tidak dapat menginap hanya satu malam saja, dan semua makanan (vegetarian), sudah termasuk dalam harga.

Selain itu, wisata dan daftar kegiatan juga disertakan dalam harga tersebut.

Setelah melakukan beberapa perjalanan, sejauh ini van Leeuwen mengaku bersemangat untuk melihat perkembangan bisnisnya ke depannya.

Bus itu belum menghasilkan uang bagi mereka berempat, karena mahalnya biaya asuransi. Kendati demikian, mereka tetap bersemangat untuk melanjutkannya.

Mereka akan segera melakukan perjalanan ketiga dalam beberapa minggu ke depan, dan berharap untuk segera go international pada 2022 mendatang.

"Aku sangat bangga pada kami berempat karena membangun bus ini tanpa pengalaman membangun dan memiliki bus, menunjukkan bahwa tak ada yang tak mungkin,” ujar van Leeuwen.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/10/12/133843120/kisah-4-perempuan-bikin-hostel-bergerak-di-dalam-bus-double-decker

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke