Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perselingkuhan Dapat Diprediksi, Benarkah?

Salah satu peneliti di Kinsey Institute, Indiana University, Justin J. Lehmiller Ph.D., turut bersuara tentang topik ini.

Dia mengatakan, bukan hanya menjadi alasan umum perceraian, perselingkuhan juga adalah hal paling umum yang mendorong orang untuk mencari terapi seks dan hubungan.

Akibatnya, muncul pertanyaan apakah sebenarnya perselingkuhan dapat diprediksi?

Pasalnya, jika kita dapat mengidentifikasi prediktor utama, kemungkinan besar kita bisa mengembangkan strategi untuk mencegah perselingkuhan dan dampak buruk yang dimunculkannya.

Nah, baru-baru ini ada serangkaian studi yang meneliti prediktor perselingkuhan yang diterbitkan di Journal of Sex Research.

Penelitian tersebut memanfaatkan algoritma pembelajaran mesin untuk menentukan apakah perselingkuhan dapat diprediksi, dan juga apa prediktor terbesarnya.

Salah satu studi melibatkan sebuah survei dari 891 orang dewasa yang diminta untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait perselingkuhan secara tatap muka dan perselingkuhan daring.

Lalu, pada studi kedua, 202 pasangan dari berbagai jenis kelamin diminta untuk mengisi survei dengan pernyataan serupa.

Dalam kedua studi tersebut, para peneliti juga mengumpulkan informasi ekstensif tentang kehidupan seks, hubungan, latar belakang demografis, dan kepribadian seseorang.

Setelah melihat jawaban yang diberikan peserta terkait apakah perselingkuhan dapat diprediksi, para peneliti pun menyimpulkan bahwa perselingkuhan “cukup” bisa diprediksi.

Pasalnya, mereka menemukan beberapa faktor yang merupakan prediktor lemah dan beberapa prediktor kuat.

Dan, hanya dengan menambahkan sejumlah besar variabel ke dalam algoritma secara bersama-sama, mereka dapat memprediksi perselingkuhan dengan cukup baik.

Prediktor terbesar perselingkuhan

Dalam hal variabel mana yang paling prediktif, para peneliti menemukan bahwa prediktor perselingkuhan yang paling kuat terletak dalam hubungan.

Dengan kata lain, faktor demografi, seperti tingkat pendidikan dan kepribadian seperti gaya keterikatan, tidak terlalu menjelaskan banyak hal.

Bahkan gender saja dianggap prediktor yang tidak konsisten dalam penelitian ini, dengan laki-laki menjadi prediktor kuat perselingkuhan online dalam studi pasangan saja.

Nah, fakta bahwa gender bukan salah satu prediktor utama menunjukkan kesenjangan gender historis dalam perselingkuhan mungkin berkurang.

Meski demikian, belum sepenuhnya jelas apakah saat ini wanita lebih banyak selingkuh atau cenderung lebih sering melaporkannya jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Lantas, prediktor apa yang dapat memprediksi perselingkuhan dengan baik?

Menurut penelitian, prediktor paling konsisten di semua sampel dan di semua jenis perselingkuhan (secara langsung dan online) rupanya berkaitan erat dengan karakteristik kehidupan seks dan hubungan seseorang.

Di bawah ini, ada daftar karakteristik yang cenderung berselingkuh:

1. Mereka yang kurang puas dengan hubungannya.

2. Mereka yang memiliki tingkat kepuasan seksual yang lebih rendah.

3. Mereka yang memiliki tingkat hasrat seksual yang lebih tinggi.

4. Mereka yang kecintaannya pada pasangan berkurang.

Perilaku seksual seseorang juga prediktif, dengan kecenderungan untuk berselingkuh meningkat pada mereka yang memiliki sikap seksual yang lebih liberal.

Juga, terhadap mereka yang telah terlibat dalam perilaku seksual yang lebih “menyimpang”.

Dengan kata lain, mereka yang melihat seks melalui lensa yang lebih sempit cenderung tidak akan berselingkuh.

Meskipun demikian, bisa saja hal ini disebabkan mereka memiliki pandangan yang lebih negatif soal perselingkuhan.

Perselingkuhan tak hanya punya satu penyebab

Menariknya, penelitian menemukan, meskipun kurang puas terhadap suatu hubungan dapat memperbesar kemungkinan berselingkuh, ada beberapa orang yang sangat puas dalam hubungannya, tetapi tetap berselingkuh.

Menurut Lehmiller, memang perselingkuhan tidak selalu didorong oleh hubungan yang tidak bahagia atau hubungan seks yang buruk, tetapi terkadang karena hal lain.

Temuan ini membuktikan bahwa perselingkuhan adalah hal rumit, dan tidak hanya memiliki satu kemungkinan penyebab.

Jadi, ketika kita mencoba untuk memprediksi perselingkuhan, kita tidak bisa hanya menunjuk pada satu hal dan berasumsi bahwa penyebabnya sudah pasti.

Sebab, bisa saja perselingkuhan terjadi karena hal-hal lain yang terjadi bersamaan.

Misalnya, jika tidak bahagia dengan hubungan, dan ditambah dengan hasrat seksual yang tinggi serta pandangan seks yang permisif, kemungkinan perselingkuhan akan sedikit lebih tinggi.

Penilaian itu muncul saat dibandingkan dengan ketidakpuasan hubungan, meski kita memiliki hasrat seksual yang rendah, dan pandangan yang membatasi tentang seks.

Karena itu, kita tidak bisa hanya melihat faktor-faktor tadi secara terpisah.

Temuan ini juga menunjukkan, demi mencegah perselingkuhan, menangani kebutuhan atau keinginan seksual, dan masalah hubungan sejak dini kemungkinan akan menjadi strategi yang paling bermanfaat.

Sebab, perselingkuhan biasanya sangat menggambarkan tentang hubungan sebenarnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/11/10/155749620/perselingkuhan-dapat-diprediksi-benarkah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke