Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Terungkap, Faktor Lain dari Gaya Hidup yang Memicu Kepikunan

Atau, ketika kita masih dapat dengan mudah menghafal nomor telepon rumah dari sahabat kecil kita, sepertinya ancaman kepikunan belum menjadi masalah.

Penurunan fungsi kognitif memang secara alami terjadi seiring bertambahnya usia.

Maka, wajar jika kemampuan kita untuk mengingat detail, memahami, belajar, dan berpikir sedikit menurun seiring berjalannya waktu.

Tetapi ketika itu mulai memengaruhi kualitas kehidupan sehari-hari dan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bahagia, sehat, dan aman, saat itulah diagnosis terkait masalah otak mungkin terjadi.

Riwayat keluarga tentu berperan dalam risiko demensia dan kondisi terkait kognisi lainnya.

Para ilmuwan pun menemukan berbagai kebiasaan yang dapat memicu munculnya masalah kepikunan ini.

Hal-hal yang sebelumnya telah terbukti mengurangi risiko komplikasi kognitif di kemudian hari meliputi:

  • Makan lebih banyak buah dan sayuran
  • Menjaga kestabilan gula darah
  • Membatasi asupan makanan ultra-olahan
  • Mempertahankan tekanan darah yang sehat
  • Tidak merokok
  • Mencetak cukup tidur
  • Tetap terlibat secara sosial
  • Memasukkan aktivitas fisik secara teratur

Meski demikian, sepertinya masih ada kesenjangan dalam pemahaman tentang semua kemungkinan faktor risiko penurunan kognitif.

Lantas, para peneliti di Ohio State University dan University of Michigan memutuskan untuk menjernihkan kebingungan soal problem kognitif, dan sekaligus berupaya mencegah kasus penurunan kognitif di masa depan.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 8 Februari lalu di jurnal PLoS ONE, beberapa faktor yang jarang diperhatikan, ternyata menyumbang sekitar 38 persen dari variasi fungsi kognitif pada usia 54 tahun.

Faktor-faktor tersebut antara lain, pendidikan pribadi, pendidikan orangtua, pendapatan dan kekayaan rumah tangga, ras, pekerjaan, dan status depresi.

Dalam riset ini, Hui Zheng, Ph.D., profesor di Departemen Sosiologi di Ohio State University dan timnya mengumpulkan data lebih dari 7.000 orang dewasa AS, yang lahir antara tahun 1931 dan 1941.

Mereka yang menjadi responden adalah yang telah mendaftar di Health and Retirement Study.

Studi terkait kognisi ini mencakup biometrik kesehatan peserta dari tahun 1996-2016, dan juga detail tentang gaya hidup, seperti olahraga, status merokok, diagnosis medis, dan faktor sosial ekonomi.

Zheng dan timnya menggunakan pendekatan statistik untuk mencoba memperkirakan peran (jika ada) dan persentase masing-masing faktor yang mereka pelajari terhadap fungsi neuropatologi.

Dari sana para ilmuwawn menemukan, kondisi kehidupan awal dan penyakit serta perilaku orang dewasa memainkan peran yang relatif kecil—sekitar 5,6 persen, dalam penurunan fungsi kognitif.

Namun, faktor itu ternyata terkait dan berkontribusi hingga sebesar 38 persen dalam tingkat risiko secara keseluruhan.

Gabungan tersebut terkait status sosial ekonomi (termasuk tingkat pendidikan orang tersebut dan orangtua mereka, pendapatan/kekayaan dan pekerjaan), ras, dan kesehatan mental.

Sebelum penelitian ini, para dokter dan ilmuwan kerap menyarankan bahwa pilihan dan tindakan seseorang paling penting dalam mempertahankan fungsi kognitif.

Namun temuan dalam riset ini menunjukkan, sudah waktunya untuk mengalihkan perhatian pada determinan sosial kesehatan juga.

Sehingga, kita tidak dapat memisahkan satu kebiasaan atau faktor dan menganggapnya sebagai penyebab penurunan kognitif.

Sebab, kesehatan otak dipengaruhi secara substansial oleh kesejahteraan pribadi sepanjang umur.

Ini bahkan termasuk soal seberapa merasa aman seseorang saat berada di rumah. Apakah mereka mengalami tantangan kesehatan mental seperti depresi atau tidak?

Lalu, bagaimana tingkat kebebasan finansial mereka, sertaseberapa banyak mereka dapat belajar untuk membangun "bank otak"-nya.

Semua ini menunjukkan pentingnya melihat kesehatan otak melalui lensa individu dan sistemik.

Pada gilirannya, sebuah komunitas harus dirancang sedemikian rupa untuk mendukung akses ekonomi dan pendidikan, dan sumber daya kesehatan mental.

Selain itu, komunitas tersebut juga harus memiliki tempat yang aman untuk aktivitas fisik, akses ke berbagai macam makanan, dan kesempatan untuk hubungan sosial.

Memang, ini adalah prospek yang tinggi dan substansial, dan jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Tetapi, dengan hampir sepertiga orang di AS yang berusia di atas 65 tahun terkena gangguan kognitif, tentu tidak ada salahnya untuk mulai mencari cara untuk memperbaiki semuanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/02/15/085733120/terungkap-faktor-lain-dari-gaya-hidup-yang-memicu-kepikunan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke