Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Generasi Masa Depan Tanpa Anak?

Secara sosiologis, kasus keluarga yang tidak ingin memiliki anak, atau seringkali disebut sebagai "childfree" atau "voluntarily childless" tentu jika dijadikan pijakan dalam mengelola unit terkecil dari entitas sosial ini, bisa memberikan dampak buruk pada masa mendatang.

Memang, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan suatu keluarga memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Secara umum alasan yang sering muncul antara lain pertimbangan finansial, perhatian pada karier, kesadaran lingkungan, dan atau pilihan hidup.

Bagi para pelaku, meski ada sejumlah alasan yang melatarinya, tetap saja ada tekanan sosial dan stigma negatif yang masih melekat.

Mereka cenderung menganggap orang yang tidak memiliki anak sebagai orang yang kurang lengkap atau tidak 'normal'.

Jika menggunakan logikanya, pertimbangan childfree bisa dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, masalah finansial. Bisa jadi ini alasan paling jamak. Kalangan ini mengalkulasi besaran biaya merawat anak, termasuk biaya kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari, yang kemudian dikaitkan dengan kemampuan mereka sendiri.

Perhatian pada karier: Banyak orang juga memilih untuk tidak memiliki anak karena mereka ingin fokus pada karier mereka.

Merawat anak membutuhkan waktu dan tenaga besar, dan beberapa orang mungkin memilih untuk fokus pada karier mereka daripada membagi waktu dan perhatian mereka antara karier dan anak.

Kedua, kesehatan. Ada kelompok pasangan memilih untuk tidak memiliki anak karena masalah kesehatan mereka, seperti masalah kesuburan, atau risiko genetik yang tinggi terhadap penyakit tertentu.

Ketiga, meski sedikit ada juga yang beralasan bahwa tidak punya anak adalah penawar tua atau antiaging. Persepsi ini meski belum terbukti secara ilmiah, mulai banyak dianut.

Keempat, adanya kesadaran lingkungan. Terdapat sejumlah orang yang begitu khawatir dampak pertumbuhan populasi manusia terhadap lingkungan. Mereka memilih melakukan bagian mereka untuk membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam.

Kelima, keputusan dalam pilihan hidup. Kalangan memilih untuk tidak memiliki anak karena itu adalah pilihan hidup mereka. Alasannya bisa macam-macam seperti ingin menikmati kebebasan dan fleksibilitas dan sebagainya.

Sebelum membahas lebih jauh tentang fenomena di atas, Clifford Geertz (1926-2006) adalah seorang antropolog terkenal yang melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada 1950-an dan 1960-an.

Salah satu temuan Geertz adalah praktik berbagi di antara keluarga-keluarga miskin di Jawa, dan hubungannya dengan kehadiran anak-anak dalam keluarga.

Geertz menemukan bahwa dalam banyak kasus keluarga-keluarga miskin di Jawa, kehadiran anak-anak dapat menjadi tambahan pendapatan keluarga.

Sehingga anak-anak dianggap sebagai aset ekonomi, baik sebagai “pembantu” pekerjaan rumah tangga, maupun di pertanian, atau usaha lain.

Meskipun demikian, Geertz juga menemukan bahwa anak-anak kadang harus bekerja keras dan mengorbankan waktu mereka yang dapat membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan atau peluang kerja yang lebih baik di masa depan.

Temuan Geertz ini menunjukkan kompleksitas masalah kemiskinan dan pola kehidupan sosial, sementara kehadiran anak-anak dapat memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga miskin.

Adakah hubungan antara fenomena anak dalam sebagian keluarga Jawa seperti temuan Geertz dengan childfree?

Memang tidak ada korelasi langsung antara temuan Geertz tentang kemiskinan berbagi di Jawa dan fenomena childfree. Namun, ada beberapa refleksi dan pemikiran yang dapat dikaitkan dengan keduanya.

Pertama, di antara alasan mengapa orang memilih childfree adalah karena kekhawatiran tentang aspek finansial dari memiliki anak. Ini juga yang ditemukan Geertz, di mana kehadiran anak dapat menjadi sumber pengeluaran yang besar bagi keluarga miskin di Jawa.

Kedua, argumen yang menjelaskan kehadiran anak dapat membatasi kesempatan dan potensi seseorang.

Hal ini juga sebenarnya ditemukan Geertz, ketika ternyata anak-anak di Jawa seringkali harus bekerja keras dan mengorbankan waktu mereka.

Data ini seakan membuktikan adanya kaitan antara faktor waktu dan kesempatan, serta keputusan seseorang untuk memilih childfree.

Di sisi lain, kita dikejutkan berita bahwa di Jepang banyak rumah kosong yang tidak lagi dimiliki oleh siapapun. Rumah-rumah tanpa ahli waris itu kemudian diambil alih negara.

Memang ada aturan hukum di Jepang menegani "hukum pengambilalihan waris kosong" atau "tsurube shomei ho". Pemerintah bisa mengambil alih properti yang ditinggalkan oleh orang yang tidak memiliki ahli waris sah.

Hukum ini bertujuan mencegah adanya properti terlantar dan untuk menjaga lingkungan agar tetap aman dan layak huni.

Artinya dalam konteks tertentu, fenomena tidak punya anak kadang-kadang berpotensi mengganggu kehidupan sosial masyarakat. Bayangkan saja, seperti rumah-rumah di Jepang itu.

Ternyata Jepang bukan satu-satunya. Beberapa negara yang tingkat childfree lebih tinggi terdapat pada negara negara-negara maju dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan sosial yang tinggi. Sebut saja, di Jerman dan Italia.

Pada ketiga negara tersebut, fenomena childfree bisa ditemukan pada pertumbuhan penduduk yang alih-alih meningkat, yang terjadi justru menurun.

Apakah fenomena ini jika massal akan mengancam peradaban?

Tentu tidak mudah menjawabnya. Sebab peradaban disokong tidak hanya oleh hadirnya anak-anak pada suatu keluarga.

Peradaban tegak karena adanya banyak variable yang saling mengait dan mengikat, seperti teknologi, nilai-nilai, ilmu pengetahuan, habit masyarakat itu sendiri, dan sebagainya.

Namun semua itu jelas tidak akan bisa hadir jika mereka yang akan menggunakan, mengkreasikan, memanfaatkan, dan mengembangkannya tidak ada. Subyek kreator ini jelas tunggal: manusia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/02/20/090000720/generasi-masa-depan-tanpa-anak-

Terkini Lainnya

Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Wellness
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Parenting
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Parenting
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Wellness
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Wellness
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Relationship
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Wellness
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com