Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Aneurisma Otak Berbahaya? Kenali Faktor Risikonya

KOMPAS.com - Pernah dengar soal aneurisma otak? Banyak yang mengira penyakit ini jarang ditemukan di Indonesia. Namun, faktanya penyakit ini bukan tidak ada, tapi belum diketahui secara luas di masyarakat.

Pasalnya, penyakit aneurisma otak umumnya tidak bergejala dan banyak orang yang tidak mengetahui dirinya terkena aneurisma otak.

Lalu apa sebenarnya aneurisma otak?

Menurut dokter spesialis bedah saraf, sub spesialis neurovaskular di RS Pondok Indah, Jakarta, dr. Mardjono Tjahjadi yang akrab disapa dr. Joy, aneurisma merupakan pelebaran dinding pembuluh darah karena lemahnya struktur dinding tersebut.

Biasanya semakin besar ukuran suatu aneurisma, maka semakin tipis dindingnya. Hal ini menyebabkan semakin besar kemungkinan aneurisma untuk pecah.

Aneurisma ini tidak hanya terjadi di otak, bisa terjadi pada bagian tubuh lainnya, seperti pembuluh arteri besar jantung, dan pembuluh arteri popliteal di tungkai bawah.

Namun di antara aneurisma dalam tubuh manusia, aneurisma otak adalah yang paling sering ditemukan dan paling sering pecah karena perbedaan struktur dan ketebalan dinding antara pembuluh darah otak dan pembuluh organ lainnya.

Aneurisma otak digambarkan sebagai balon yang sewaktu-waktu bisa pecah. Ketika itu pecah maka darah akan membanjiri otak yang pada akhirnya mengakibatkan kematian.

“Aneurisma itu nggak bahaya, dia berbahaya dan mematikan kalau dia pecah,” ujar dr Joy.

Meski begitu, aneurisma pecah tak terjadi begitu saja. Perlu waktu beberapa tahun untuk menyebabkan pembuluh darah itu menipis, lalu membenjol dan kemudian membentuk aneurisma.

“Aneurisma itu nggak bahaya, dia berbahaya dan mematikan kalau dia pecah. Tapi pasien yang datang berobat ke dokter itu rata-rata sudah pecah, 90 persen pasien yang datang ke kita itu sudah dalam keadaan (aneurisma) pecah” ujar dr Joy.

Gejala aneurisma otak

Sayangnya, gejala aneurisma otak ini tidak bergejala spesifik. Dr. Joy mengatakan gejalanya sakit kepala namun siapapun bisa saja sakit kepala tapi bukan disebabkan oleh aneurisma otak.

“Tapi memang tidak ada yang spesifik, justru itulah bahayanya penyakit ini. Makanya banyak orang yang mengatakan penyakit ini sebagai silent killer atau bom waktu,” jelas dr. Joy.

Namun, jika aneurisma otak sudah pecah muncul beberapa gejala seperti:

  • Sakit kepala yang sangat hebat (sakit kepala "terburuk" dalam hidupnya).
  • Secara mendadak, kepala terasa seperti dipukul palu yang berat atau tersambar petir, muntah, leher terasa kaku, hingga pingsan.
  • Salah satu sisi anggota gerak tubuh mendadak lumpuh.

Jika hal ini terjadi, artinya sudah terlambat. “Kalau aneurisma itu pecah kemungkinan anda bisa bekerja lagi seperti sedia kala itu hanya 20 persen, tapi peluang meninggal dunia itu 50 persen,” ungkap dr. Joy.

Ia mengatakan untuk mengetahui penyakit ini kuncinya adalah faktor risiko.

Faktor risiko aneurisma otak

  • Usia

Pecahnya sebuah aneurisma berhubungan erat dengan peningkatan usia seseorang. Usia diatas 40 tahun merupakan salah satu faktor risiko, namun puncak kejadian pecahnya aneurisma otak terjadi pada rentang usia 55-60 tahun.

namun, tak menutup kemungkinan penyakit ini terjadi pada usia 30an tahun.

  • Jenis kelamin perempuan

Secara umum jenis kelamin perempuan memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi, baik terhadap timbulnya aneurisma maupun untuk kejadian pecahnya aneurisma.

Belum jelas diketahui penyebabnya, namun diduga faktor hormonal menjadi pemicu kuat, termasuk adanya riwayat penggunaan hormon pencegah kehamilan.

  • Riwayat penyakit tekanan darah tinggi

Seseorang yang menderita penyakit tekanan darah tinggi memiliki risiko sebesar 2,5 kali lebih tinggi terhadap kejadian pecahnya aneurisma dibandingkan dengan orang bertekanan darah normal.

Di samping itu jenis kelamin perempuan yang disertai penyakit tekanan darah tinggi akan berisiko mengalami perburukan 30% dibandingkan dengan laki-laki.

  • Riwayat merokok

Merokok merupakan faktor risiko yang sangat kuat dan langsung terhadap kejadian aneurisma pecah.

Artinya efek samping merokok dipercaya sedemikian kuatnya merusak dinding pembuluh arteri melalui proses peradangan dinding dan menyebabkan penipisan jaringan penunjang dinding arteri.

Perokok memiliki kemungkinan timbulnya aneurisma pecah hingga dua kali lipat lebih tinggi dibanding non-perokok.

  • Riwayat konsumsi minuman alkohol berlebihan

Konsumsi minuman alkohol yang melebihi 150 gram per minggu atau sekitar 5.000 ml bir, merupakan faktor risiko sangat kuat yang memiliki rasio sebesar 4,7 kali lebih tinggi terhadap kejadian pecahnya aneurisma dibandingkan dengan orang yang tidak mengonsumsi alkohol.

  • Riwayat keluarga

Banyak penelitian telah membuktikan faktor genetik berperan dalam memicu aneurisma yang pecah hingga terjadi perdarahan.

Sekitar 10% kasus perdarahan otak akibat aneurisma pecah memiliki riwayat keluarga yang positif mengalami penyakit aneurisma.

  • Penyalahgunaan obat

Penggunaan kokain atau amfetamin dapat meningkatkan risiko aneurisma.

  • Cedera kepala

Cedera kepala dapat merusak pembuluh darah di otak. Hal ini meningkatkan risiko terkena aneurisma.

  • Kondisi medis

Beberapa kondisi medis, seperti penyakit ginjal polikistik dan malformasi arteri-vena (AM), dapat meningkatkan risiko terkena aneurisma.

  • Infeksi

Dalam kasus yang jarang terjadi, infeksi di otak atau pembuluh darah dapat menyebabkan perkembangan aneurisma.

Untuk itu, dr. Joy menyarankan jika kita memiliki tiga sampai empat dari faktor risiko aneurisma otak, segera lakukan screening untuk pengecekan meskipun tubuh merasa sehat.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/09/12/185545820/apakah-aneurisma-otak-berbahaya-kenali-faktor-risikonya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke