Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenali 3 Istilah Ini untuk Kesehatan Mentalmu

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Kondisi kesehatan mental sangat bergantung pada bagaimana kita menanggapinya secara pribadi. Meskipun penyebabnya bisa berasal dari eksternal maupun internal.

Perasaan benci terhadap diri sendiri, membandingkan diri sendiri dengan orang lain, atau merasa diri sebagai pusat perhatian merupakan beberapa gejala yang wajib diwaspadai bagi kesehatan mental kita.

Berikut beberapa istilah terkait kesehatan mental yang perlu kamu ketahui:

1. Self-Loathing: Hati-Hati Benci pada Diri Sendiri

Merasa benci atau kesal dengan diri sendiri adalah hal yang wajar jika kita telah melakukan suatu kesalahan. Akan tetapi, apabila perasaan ini muncul terus-menerus dan berlebihan, bisa jadi mengidikasikan suatu kondisi bernama self-loathing.

Dalam siniar Anyaman Jiwa bersama Teman Bincang episode “Self Loathing: Perasaan Benci pada Diri Sendiri” dengan tautan akses s.id/AnyJiwSelfLoathing, self-loathing atau self-hated adalah kebencian pada diri sendiri yang meliputi perasaan tidak mampu, rasa bersalah, dan adanya harga diri rendah yang terjadi secara terus-menerus.

Melansir WebMD, ada banyak faktor yang melatarbelakangi timbulnya kondisi ini pada seseorang. Misalnya, pola asuh yang terlalu kritis, sifat perfeksionisme, sering membandingkan diri dengan orang lain, hingga lingkungan kompetitif yang tak sehat.

Meskipun membenci diri sendiri bukanlah suatu gangguan mental, namun kondisi ini bisa jadi salah satu gejala depresi. Hal ini disebabkan tingginya pemikiran negatif atau keraguan terhadap diri sendiri yang akhirnya berdampak pada hubungan sosial dan sulitnya merasa bahagia.

Orang yang terkena self-loathing akan selalu melihat dirinya secara negatif dan mengabaikan hal yang positif. Hal ini karena mereka merasa tidak akan pernah cukup baik sehingga enggan mengapresiasi kekuatan yang mereka punya.

Selain itu, orang yang membenci diri sendiri juga mempunyai pemikiran “All-or-nothing thinking”, yaitu hanya melihat hidup dari dua sisi; baik atau buruk dan mengabaikan sisi abu-abu. Pemikiran ini pun dapat menimbulkan masalah karena mempersulit pencarian alternatif solusi.

Itulah mengapa, jika mengalami kegagalan, mereka enggan mencoba dan menganggap dirinya tak mampu.

2. Social Comparison: Bahaya Membandingkan Diri

Membandingkan diri sendiri merupakan salah satu tanda seseorang self-loathing. Kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain ini semakin lumrah dilakukan, terlebih dengan hadirnya media sosial yang membuat kita mudah mengakses kehidupan orang lain.

Melalui dunia semu itu, kita melihat berbagai persona yang ditonjolkan orang tersebut. Alhasil, kita pun sering kali menemukan hal-hal yang membuat kita membandingkan diri sendiri dengan orang itu. Misalnya, dalam hal kecantikan hingga harta.

Meski begitu, dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Stop Membandingkan Diri dengan Orang Lain” dengan tautan s.id/AnyJiwBanding, dijelaskan alasan seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain didasarkan pada keinginan untuk menjadi orang yang lebih baik. Sayangnya, penerapannya tidaklah selalu tepat.

Ketika manusia membandingkan dirinya dengan orang lain, ada berbagai faktor atau alasan yang melatarbelakanginya. Misalnya, untuk memotivasi diri, adanya ketidakpuasan terhadap diri sendiri, atau yang lebih ekstrem karena terlibat perilaku berbohong.

Ada dua jenis membandingkan diri sendiri. Pertama adalah perbandingan ke atas (upward social comparison), yaitu membandingkan diri dengan orang-orang yang dianggap lebih baik daripada kita.

Kedua, yaitu perbandingan ke bawah (downward social comparison), yaitu membandingkan diri dengan orang-orang yang dianggap lebih buruk kondisinya daripada kita. Perbandingan ke bawah ini sering membuat diri kita merasa lebih baik.

3. Princess Syndrome: Hilangnya Kemampuan Mandiri

Menjadi seorang perempuan yang harus dituntut untuk serba bisa dan unggul dalam hal apa pun ternyata bisa berdampak pada kepribadian kita. Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Apa itu Princess Syndrome?” dengan tautan s.id/AnyJiwPrincess, salah satunya kita bisa mengalami princess syndrome.

Layaknya karakter Disney yang mayoritas adalah seorang putri, kondisi ini membuat seseorang menganggap dirinya harus menjadi pusat perhatian. Akan tetapi, princess syndrome membuat seseorang kehilangan kemampuan independennya.

Kondisi ini pun banyak menimpa perempuan dari Asia Timur dan Tenggara. Penyebab utamanya adalah pola asuh, yaitu orangtua yang memberi tekanan kepada anak perempuannya untuk selalu sempurna. Jika mereka gagal, akan ada hukuman.

Itulah mengapa mayoritas dari penderitanya kerap kali merasa iri jika ada orang yang lebih baik darinya. Selain itu, karena peran orangtua yang terlalu vokal dalam mengambil keputusan, mereka pun jadi sulit menentukan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Dengarkan informasi lainnya seputar kesehatan mental ranah pribadi, sosial, dan romansa hanya melalui siniar Anyaman Jiwa di Spotify. Akses juga playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kamu tak tertinggal episode terbarunya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/09/19/200000520/kenali-3-istilah-ini-untuk-kesehatan-mentalmu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke