Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

MPASI Fortifikasi Vs MPASI Rumahan, Mana yang Lebih Baik untuk Anak?

Ada anggapan, MPASI pabrikan mengandung bahan pengawet dan tidak alami sehingga kurang baik untuk asupan anak usia dini.

Sebaliknya, para orangtua kini lebih menyukai MPASI rumahan yang bahan baku dan pengolahannya dilakukan sendiri.

Meski demikian, Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan stigma negatif soal MPASI fortifikasi yang berkembang di publik adalah kesalahpahaman.

Makanan pabrikan, termasuk produk MPASI, diolah dengan proses pemasakan/ perebusan/ pengukusan dan pengeringan agar tetap tahan lama tanpa mengalami kerusakan dan kandungan nutrisinya dapat dipertahankan.

Prosesnya sebenarnya mirip dengan pengolahan makanan yang juga dilakukan masyarakat sejak dulu, seperti roti yang dikeringkan atau daging yang dijadikan dendeng.

"Dengan begitu, asumsi bahwa makanan pabrikan itu pasti mengandung pengawet tambahan tidak selalu benar adanya," terangnya, dikutip dari siaran media yang diterima Kompas.com.

Pasalnya, ada sejumlah produk makanan yang tak perlu tambahan pengawet karena bentuknya yang sudah tahan lama lewat proses tersebut.

Manfaat MPASI fortifikasi untuk kecukupan nutrisi anak

"Yang sering hilang di konteks perbincangan mengenai makanan pabrikan adalah tujuannya yang positif, yaitu untuk memberikan kesetaraan akses terhadap gizi di Indonesia," jelas Prof Sugiono, yang juga anggota Tim Pakar Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM.

MPASI fortifikasi memungkinkan masyarakat di daerah terpencil mendapatkan makanan berkualitas untuk anak-anaknya.

Ia juga menambahkan, anggapan jika proses pabrik yang menghilangkan kandungan nutrisi pada MPASI fortifikasi tidak tepat.

"Pada makanan fortifikasi, sebagian zat gizi yang rusak atau hilang karena proses pengolahan, dapat diatasi dengan menambahkan vitamin dan mineral pada makanan yang telah diolah," urainya.

Hal ini pula yang membedakan kandungan MPASI fortifikasi dengan buatan rumahan.

Proses penambahan vitamin dan mineral tersebut justru bisa memberi tambahan nutrisi yang sangat sulit dipenuhi tiap harinya.

Misalnya zat besi dan zat gizi mikro lainnya untuk memenuhi kebutuhan bayi.

Pemerintah tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi.

"Untuk produk MPASI fortifikasi, BPOM menerapkan standar yang sangat ketat mengingat pentingnya keamanan makanan bayi dan nilai gizinya," tandas Prof Sugiono.

Dokter spesialis anak, Dr. Mas Nugroho Ardi Santoso, SpA, MKes, berpendapat penggunaan MPASI fortifikasi bisa jadi pilihan yang lebih baik dibandingkan MPASI rumahan atau bubur tim bayi homemade yang dijual bebas.

"Dari segi pengolahan makanannya saja, sebenarnya cukup sulit memastikan kualitas nutrisi MPASI olahan sendiri, apalagi bubur tim pinggir jalan," katanya.

Ia mencontohkan, bayi berusia enam bulan ke atas membutuhkan asupan zat besi sebanyak 11 mg/hari.

Asupan ASI hanya menyediakan sekitar 3 persen dari 11 mg zat besi, sehingga sisanya perlu diperoleh dari MPASI.

Makanan kaya zat besi seperti daging sapi, hati sapi atau ayam, dan ikan harus dikonsumsi dalam jumlah sekitar 400g untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian.

"Tentunya itu tidak mungkin dengan kapasitas lambung bayi yang terbatas," terang dokter Nugroho.

Dalam kasus seperti ini, MPASI fortifikasi bisa dipakai sebagai alternatif nutrisi karena sudah ditambahkan vitamin dan mineral sesuai kebutuhan anak.

"Jika bisa memastikan kualitas nutrisi seimbang sesuai kebutuhan anak – silahkan dibuat makanan olahan di rumah. Tetapi tidak juga harus dipaksakan atau idealis untuk anti terhadap nutrisi fortifikasi," pesannya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/02/180648020/mpasi-fortifikasi-vs-mpasi-rumahan-mana-yang-lebih-baik-untuk-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke