Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Penyebab Erotomania, Delusi Merasa Dicintai padahal Tidak

KOMPAS.com - Istilah erotomania ramai dibahas di media sosial X dalam beberapa hari terakhir. Erotomania merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental delusi. 

  • Ramai di Media Sosial, Apa Itu Erotomania?
  • Mengingat Kenangan Indah Bagus untuk Kesehatan Mental, Kok Bisa?

Dr. Lahargo Kembaren, SpKJ menjelaskan, erotomania ditandai dengan keyakinan merasa dicintai orang lain, padahal kenyataannya tidak. 

“Erotomania adalah itu delusi atau waham, ditandai dengan gejala adanya keyakinan (penderita erotomania), bahwa ada seseorang mencintai dirinya, padahal sebenarnya tidak demikian,” jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (10/1/2024).

Dilansir dari Medical News Today, delusi adalah masalah kesehatan mental di mana penderitanya tidak dapat membedakan kenyataan dengan imajinasi. Salah satu bentuk delusi tersebut adalah erotomania. 

Seseorang yang menderita erotomania memiliki keyakinan bahwa ada orang yang jatuh cinta padanya, meskipun bukti yang ada tidak sejalan dengan kepercayaannya itu. 

Lahargo melanjutkan, orang yang diyakini jatuh cinta pada penderita erotomania itu, bisa jadi sosok tokoh terkenal. 

“Orang tersebut bisa jadi orang atau tokoh terkenal, dan yang bersangkutan (penderita erotomania) akan menolak dan tidak dapat menerima bila dikatakan bahwa apa yang diyakininya itu tidak benar,” imbuhnya. 

  • Media Sosial Pemicu Gangguan Kesehatan Mental, Ini Cara Mengatasinya
  • 6 Cara Berhenti Overthinking demi Kesehatan Mental

Dilansir dari Medical News Today, penderita erotomania mengalami delusi bahwa orang yang jatuh cinta padanya adalah dari kalangan selebritas atau orang dengan status sosial lebih tinggi.

Lahargo mengungkapkan, salah satu gejala penderita erotomania yakni bersikap dan berperilaku bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan orang yang diyakini mencintainya. 

“Lalu, meyakini ada kejadian dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan bahwa orang lain mencintai dirinya, padahal sebenarnya tidak demikian,” imbu Lahargo. 

Selain itu, penderita erotomania melakukan perilaku yang agresif seperti stalking, mencoba berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang dianggap mencintai dirinya.

Apa penyebab erotomania? 

Lantas, apa penyebab erotomania? Lahargo menjelaskan, secara medis, erotomania merupakan bagian dari delusi karena terjadi peningkatan neurotransmiter dopamin di otak. 

“Peningkatan neurotransmiter dopamin membuat saraf otak menjadi salah persepsi dengan situasi yang dihadapi,” jelasnya. 

Lahargo mengatakan, salah satu penyebab erotomania adalah faktor stres akibat kehilangan orang yang dicintai atau orang yang sangat berharga. 

“Kehilangan orang yang dicintai dan bermakna, sehingga erotomania menjadi suatu mekanisme defense (pertahanan) psikologis untuk menghadirkan figur yang memberikan perhatian dan perlindungan serta memberi kenyamanan,” jelasnya. 

2. Tumor di otak 

Pertumbuhan jaringan atau sel-sel abnormal di area otak atau tumor otak ditengarai menjadi salah satu penyebab erotomania. 

Selain tumor di otak, Lahargo juga menuturkan, salah satu penyebab erotomania adalah riwayat trauma kepala pada penderita. 

Selain itu, orang yang mengonsumsi alkohol dan narkoba lebih berpotensi terkena erotomania dibandingkan individu yang tidak mengonsumsinya. 

4. Skizofrenia

Dikutip dari Cleveland Clinic dalam Kompas.com (14/9/2023), skizofrenia adalah gangguan mental yang disebabkan oleh kelainan otak, yang memengaruhi kesejahteraan fisik dan mental penderitanya. 

Penyakit ini mengganggu cara kerja otak untuk berpikir, mengingat, berperilaku, dan menjalankan fungsi indra secara normal. Orang dengan skizofrenia akan mengalami kombinasi antara delusi, halusinasi, dan perilaku abnormal.

5. Bipolar

Dilansir dari American Psychiatric Association dalam Kompas.com (12/10/2022), bipolar adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan suasana hati, energi, dan kemampuan seseorang. 

Penderita gangguan bipolar akan mengalami keadaan emosional yang intens. Biasanya terjadi selama periode yang berbeda dari hari ke minggu atau disebut dengan episode suasana hati.

Dilansir dari Medical News Today dan Psych Sentral, paparan media sosial yang berlebih meningkatkan risiko erotomania.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa media sosial diketahui dapat meningkatkan risiko erotomania dengan banyaknya informasi tersedia tentang individu secara online.

Media sosial menghilangkan beberapa hambatan antara orang-orang yang tidak saling kenal. Oleh sebab itu, media sosial dapat disalahgunakan untuk dengan mudah mengamati, menghubungi, menguntit, bahkan melecehkan orang-orang yang sebelumnya tidak dapat diakses sama sekali.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/01/11/144000420/6-penyebab-erotomania-delusi-merasa-dicintai-padahal-tidak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke