Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tips Bekal Sekolah Tak Kelebihan Karbohidrat, Catat Cara Hitungnya

JAKARTA, KOMPAS.com – Masih ada yang menganggap bahwa makanan penuh karbohidrat perlu dihindari dari anak-anak karena dapat menghambat tumbuh kembang mereka.

Alhasil, ada ibu yang mengurangi asupan karbohidrat, bahkan menghilangkannya. Bahkan, ada pula program diet yang mengimbau pelakunya untuk membatasi asupan makanan mengandung karbohidrat.

Padahal, makanan penuh karbohidrat tidak perlu sepenuhnya dihindari, termasuk untuk bekal sekolah anak, asalkan asupan gizinya seimbang.

“Enggak dong (sepenuhnya dihindari). Kecukupan (gizi) orang untuk makan itu ada karbohidrat. Karbohidrat artinya makanan pokok. Kedua, harus ada protein,” jelas ahli gizi masyarakat DR.dr. Tan Shot Yen, M.hum kepada Kompas.com, Selasa (9/7/2024).

Lalu, bagaimana menentukan kebutuhan karbohidrat untuk bekal sekolah anak?

  • Ramai di Medsos Soal Bekal Anak Serba Karbohidrat, Jangan Ikut-ikutan!
  • 10 Kebiasaan Anak-anak Pintar, Bisa Ditiru

Ada beragam jenis karbohidrat untuk dijadikan sebagai santapan sarapan atau bekal anak, seperti nasi, jagung, ubi, kentang, dan singkong, alias pangan lokal Nusantara.

Sementara protein dalam bentuk lauk bisa diperoleh melalui telur atau daging-dagingan. Kemudian, anak juga membutuhkan lemak sehat, sayur, dan buah-buahan untuk tumbuh kembangnya.

“Buat saya sih lebih baik, misalnya kalau sarapan, pakai nasi uduk dengan telur dadar, sayur bening, dan ditambah pisang. Itu sudah makanan lengkap,” tutur Tan.

Pakar gizi klinik di RS Pelni Jakarta dr. Jovita Amelia, Sp.GK juga menegaskan bahwa karbohidrat tetap dibutuhkan oleh tubuh.

Kendati demikian, komposisinya perlu diperhatikan agar anak tidak mengonsumsi karbohidrat secara berlebihan, tetapi kekurangan protein dan lemak sehat.

“Komposisi karbohidrat yang baik adalah 55-60 persen dari asupan, protein 15-20 persen, dan lemak baik 25-30 persen. Jangan lupa penuhi juga kebutuhan serat anak usia 1-8 tahun, yaitu 19-25 gram per hari,” kata Jovita, Selasa.

Jangan berlebihan

Karbohidrat memang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi. Namun, ketika dikonsumsi secara berlebihan, karbohidrat tidak akan terpakai.

Pada akhirnya, karbohidrat akan disimpan oleh tubuh sebagai cadangan energi dan dapat menyebabkan obesitas, meningkatkan risiko diabetes, kolesterol tinggi, dan penyakit jantung.

Jovita melanjutkan, terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat juga dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan.

Ini berdasarkan sebuah penelitian pada 2019 yang menghubungkan antara asupan makronutrien dan rasa kantuk pada sang hari pada analisis substitusi dengan energi isokalorik.

  • Ciri-ciri Anak Pintar Seperti Apa? Perhatikan 10 Hal Ini
  • 5 Cara Mempersiapkan Anak Kembali Masuk Sekolah

Penelitian dipublikasi di National Library of Medicine, National Center for Biotechnology Information Amerika Serikat.

“Penelitian menunjukkan, asupan karbohidrat yang tinggi, terutama karbohidrat sederhana, berhubungan dengan rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari,” tutur Jovita.

Hal ini kemungkinan karena meningkatnya beberapa hormon yang berkaitan dengan tingginya gula darah setelah asupan tinggi karbohidrat.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/07/10/074600320/tips-bekal-sekolah-tak-kelebihan-karbohidrat-catat-cara-hitungnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com